Selama Dialihkan untuk Hal Positif, Penyetopan Sementara Anggaran untuk Beasiswa LPDP Bukan Masalah
JAKARTA – Wacana penghentian sementara alokasi anggaran untuk beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) membuat geger. Dana abadi yang awalnya dialokasikan ke LPDP, diharapkan bisa dialihkan untuk fokus membenahi pendidikan, termasuk riset.
Gagasan soal rencana menyetop alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk LPDP pertama kali dikemukakan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Wacana ini dikemukakan sebagai jawaban atas rendahnya rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia.
“Kemarin juga sudah kami tinjau apa harus diteruskan LPDP itu, dengan jumlah yang sekarang sudah hampir Rp140 triliun. Kemungkinan akan kita stop dulu,” ujar Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan Jakarta, mengutip Antara.
Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019 itu menjadi pembicaraan di media sosial, hingga muncul narasi bahwa program beasiswa LPDP akan ditiadakan. Di tengah liarnya narasi penyetopan dana LPDP, anggota komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti meluruskan isu-isu yang beredar di masyarakat terkait penghentikan dana APBN untuk LPDP. Ia memastikan yang dihentikan hanya dananya saja, dan bukan berarti program tersebut yang dihentikan.
“Perlu dipahami bahwa penghentian yang dimaksud bukan terkait program beasiswa LPDPnya. Namun terkait anggaran yang hingga saat ini menumpuk, yakni sebesar kurang lebih Rp150 triliun dan belum terpakai. Sehingga program LPDP masih bisa tetap jalan tanpa alokasi anggaran baru,” Roro menjelaskan.
Potensi Lahan Baru untuk Korupsi
Sebagai informasi, pemerintah menganggarkan 20 persen dari APBN dikhususkan untuk sektor pendidikan. Pada APBN tahun 2023 sektor pendidikan telah dialokasikan sebesar Rp612,2 triliun. Untuk program LPDP sendiri, telah dialokasikan Rp20 triliun pada tahun 2023 dan Rp25 triliun pada tahun 2024.
Muhadjir Effendy menuturkan anggaran APBN untuk LPDP nantinya bisa dialihkan untuk membenahi pendidikan, termasuk riset dan alokasi pengembangan pendidikan perguruan tinggi bisa ditingkatkan.
Wacana dana beasiswa LPDP dihentikan sementara bermula dari acara Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan Forum Rektor Indonesia di Surabaya, 15 Januari 2024. Dalam forum tersebut, Presiden Jokowi menyoroti minimnya anggaran riset dan rendahnya rasio penduduk lulusan pendidikan tinggi di Indonesia. Jokowi juga membandingkan keberpihakan Indonesia pada riset dengan berbagai negara, termasuk Vietnam.
Gagasan penyetopan dana APBN untuk LPDP mendapat kritik dari pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah. Rencana mengalihkan anggaran untuk LPDP untuk membenahi pendidikan, termasuk riset, dianggap Trubus tidak tepat sasaran. Menurutnya, sejauh ini riset di Indonesia lebih banyak tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga tak bisa dinikmati oleh masyarakat.
“Seharusnya diambil dari sumber lain saja, jangan dari dana untuk LPDP karena ini kan sifatnya kebutuhan jangka panjang. Kalau disetop, nanti berpotensi ada missing link,” kata Trubus ketika dihubungi VOI.
“Ini jadi seperti membuang garam di tengah laut. Riset itu kan seharusnya dipakai, kalau risetnya tidak dipakai ya untuk apa dibiayai. Dana LPDP dihentikan karena alasannya dialihkan untuk pengembangan riset, jangan-jangan ini hanya dalih untuk jadi lahan korupsi baru,” imbuhnya.
Untuk Dana Produktif
Berbeda dengan Trubus, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin mengatakan, selama memiliki tujuan baik, maka penyetopan anggaran untuk LPDP bukan masalah. Ia meminta masyarakat untuk tidak buru-buru bereaksi negatif atas gagasan tersebut, karena menurutnya pengembangan pendidikan termasuk riset juga merupakan prioritas.
“Ini kan maksudnya dana abadinya tetap ada, hanya penambahannya yang dihentikan. Ini benar-benar diskresi pemerintah untuk mengalokasikan dana untuk hal-hal yang lebih penting,” tutur Totok saat berbincang dengan VOI.
“Kalau untuk riset perguruan tinggi ya tidak masalah, supaya kualitas riset lebih baik, jumlahnya lebih banyak. Jadi kalau tujuannya baik ya tidak apa,” sambungnya.
Dikatakan Totok penyetopan sementara dana untuk beasiswa LPDP mesti dibarengi dengan upaya lain supaya ke depannya penerimaan beasiswa LPDP lebih baik, di antaranya dengan menyehatkan proses seleksi penerima beasiswa hingga pemilihan bidang-bidang yang dipilih juga lebih baik.
“Jadi, daripada mengejar kuantitas besar-besaran tapi beasiswanya tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di Indonesia, tidak masalah penambahan dananya dihentikan. Selama penghentiannya bukan untuk hal yang sifatnya konsumtif dan untuk dana produktif, seharusnya tidak jadi msalah,” Totok menegaskan.
Baca juga:
- Kasus KLB Polio: Indonesia Tak Boleh Terlena, Meskipun Sudah Dinyatakan Bebas Penyakit Lumpuh Layu
- Tarif Pajak Hiburan Naik? Mandi Uap Bakal Kepanasan, Nyanyi di Karaoke Juga Tercekat
- Menilik Fenomena Lansia Sebatang Kara di Akhir Hayat, Pertanda Kehidupan Sosial Kita Tambah Parah
- Tak Usah Ikutan Tren Nikah Muda Hanya karena Alasan Menghindari Zina
LPDP dibentuk pada 28 Desember 2011 di bawah Kementerian Keuangan. Hingga 2022 setelah lebih dari 10 tahun beroperasi, LPDP telah memberikan beasiswa kepada hampir 30 ribu mahasiswa master dan doktor yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.
Sebanyak 68 persen mahasiswa berkuliah di dalam negeri dan 32 persennya berkuliah di luar negeri. Dari program tersebut, LPDP telah menghasilkan alumni sebanyak lebih dari 15 ribu yang sekarang berbakti bagi negeri dari Sabang sampai Merauke. Sebanyak 61 persen alumni LPDP bekerja di sektor publik dan 33 persen bekerja di sektor swasta maupun kerja sosial.