Bagikan:

JAKARTA – Tingginya angka nikah muda di Indonesia masih menjadi perhatian serius. Pasalnya, pernikahan dini berpotensi menjadi akar masalah berkepanjangan lainnya.

Belum lama ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan, dalam ilmu agama Islam sudah ada ajaran agar umat Muslim tidak menikah di usia muda.

"Allah SWT sudah menyiapkan manusia bahwa panggul perempuan berukuran 10 cm apabila berumur 20 tahun, tetapi kalau umur 16 atau 17, apalagi 15 tahun, kalau menikah lalu hamil akan berbahaya. Hamil dan melahirkan terlalu muda risikonya juga banyak pendarahan, robek jalan lahirnya, kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi," kata Hasto, dikutip Antara.

Para pelajar SMA Negeri 1 Jakarta memerankan adegan pernikahan usia dini pada kegiatan bertajuk "eDu aksi" yang dilaksanakan KPPPA di Jakarta, Selasa (17/12/2019). (Antara/Muhammad Zulfikar)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebagian besar anak muda di Indonesia menikah pertama kali di usia 19 sampai 21 tahun.  Sebanyak 33,76 persen pemuda di Indonesia mencatatkan usia kawin pertama di rentang usia 19-21 tahun pada 2022. Lalu sebanyak 27,07 persen pemuda di dalam negeri memiliki usia menikah pertama pada 22-24 tahun dan 19,24 persen pemuda yang pertama kali menikah saat berusia 16-18 tahun.

Pernikahan dini menimbulkan sejumlah dampak negatif baik secara fisik maupun mental. Anak yang menikah pada usia dini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan fisik, seperti komplikasi pada kehamilan dan melahirkan, anemia, serta malnutrisi. Selain itu, dituturkan Hasto, remaja perempuan yang sudah berhubungan seksual bisa mempunyai potensi lebih besar terkena kanker mulut rahim.

Kembali Dipopulerkan Kalangan Influencer

Nikah muda masih menjadi perhatian banyak pihak, karena isu ini mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data UNICEF per akhir tahun 2022, Indonesia menempati peringkat delapan dunia dan dua di ASEAN dalam daftar negara dengan kasus nikah muda tertinggi, dengan total hampir 1,5 juta kasus.

Tak hanya itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) mengatakan, pengadilan agama telah menerima 55.000 permohonan dispensasi pernikahan usia dini di sepanjang 2022. Angka ini naik hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Tren menikah muda sempat menjadi perbincangan masyarakat pada 2020 lalu. Ketika itu YouTuber Ukhti Mega mengungkap pernikahannya di usia 17 tahun dan hamil di usia yang sama. Selain itu, selebgram Sabrina Sosiawan juga mengunggah kisahnya menikah muda pada usia 16 tahun dengan pria yang sembilan tahun lebih tua darinya.

Pengakuan keduanya seolah mengglorifikasi pernikahan dini. Padahal dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perkawinan Tahun 2019, disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun.

Nikah muda sebenarnya sudah banyak terjadi di zaman dulu, utamanya di desa-desa. Saat itu pernikahan dini terjadi karena terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan dan otoritas orang tua.

Psikolog Annisa Cahya Ningrum khawatir tren nikah muda yang terjadi saat ini di kalangan selebgram atau influencer yang punya banyak pengikut menjadi propaganda yang akan menarik minat pra remaja untuk “ikut-ikutan” melakukannya tanpa ada pertimbangan yang matang.

Annisa mengatakan, keputusan nikah muda diambil karena beberapa alasan, dan melegalkan hubungan seksual kadang menjadi alasan utama. Menghindari zina menjadi salah satu alasan paling populer pasangan yang memutuskan nikah muda, karena ini terkait dengan norma agama dan sosial.

Ihwal keputusan menikah dengan alasan menghindari zina, pakar tafsir KH Prof Quraish Shihab tidak menyalahkan klaim tersebut. Namun, ia menegaskan menikah di usia muda butuh pertimbangan matang.

Menikah muda hanya karena demi menghindari zina diibaratkan Quraish Shihab mengobati penyakit dengan penyakit. Padahal menurutnya, mengobati suatu penyakit harus menggunakan obat yang dapat menyembuhkan penyakit itu.

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan, sehingga butuh kesiapan fisik maupun mental untuk menjalaninya. (Pixabay)

“Kita mestinya mengobati penyakit dengan sesuatu yang menyembuhkan,” kata Quraish Shihab dalam video singkat yang diunggah di akun TikTok @hausilmu.

Ayah dari Najwa Shihab ini justru mengungkapkan, menikah muda karena takut zina malah berpotensi mengakibatkan mudhorot lain, karena dinilai belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk diri sendiri maupun saat menjadi orang tua.

“Akan lahir anak-anak yang tidak terdidik. Itu sangat berbahaya! Akan lahir perceraian yang bisa memengaruhi masa depan masing-masing. Anak akan terlantar. Kalaupun kita terpaksa untuk menghadapi dua hal yang buruk, carilah yang lebih ringan dampak buruknya,” Quraish Shihab menjelaskan.

Potensi Meningkatkan Perceraian

Dampak buruk nikah muda juga terus dikemukakan KemenPPPA. Berbagai masalah dapat timbul akibat pernikahan usia dini, di antaranya efek kesehatan. Perempuan yang menikah sebelum usia 19 tahun memiliki risiko mengidap kanker serviks lebih tinggi. Ini terjadi karena saat hamil, perempuan yang nikah muda harus berbagi asupan gizi dengan janin di rahimnya.

Selain itu, dari segi pendidikan pasangan muda-mudi ini juga terancam tak bisa melanjutkan cita-cita karena terhalang kewajiban mereka sebagai suami istri. Dari sisi ekonomi, nikah muda juga membawa efek besar yaitu minimnya lapangan kerja.

Hal ini berbuntut pada kesulitan mencari kerja karena pendidikan rendah dan ujung-ujungnya memicu angka kemiskinan. Pernikahan di usia muda juga bisa berdampak pada mudahnya terjadi perceraian. Disadur dari laman Kementerian Agama, perceraian saat ini didominasi oleh pasangan yang menikah di usia sangat muda dengan angka 30,8 persen.

Pernikahan dini berpotensi menimbulkan masalah psikososial di Indonesia. (unair.ac.id)

“Tingginya angka perceraian yang disebabkan karena pernikahan dini usia 16-19 tahun membuktikan bahwa ketidaksiapan fisik, mental, dan sosial remaja dalam menjalankan kehidupan pernikahan telah menjadi salah satu masalah psikososial di Indonesia,” kata psikolog klinis dan forensik, Kasandra Putranto.

Sementara itu, menurut Hasan Basri dalam bukunya yang berjudul Merawat Cinta Kasih, mengatakan secara fisik biologis yang normal seorang pemuda atau pemudi telah mampu mendapatkan keturunan, tapi dari segi psikologis remaja masih kurang mampu mengendalikan bahtera rumah tangga.

Menikah adalah sesuatu yang sakral dan sebuah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam praktiknya, hubungan pernikahan tidak selalu mulus, berbagai rintangan akan dihadapi pasangan yang telah menikah, berapa usia mereka ketika menikah. Namun, menikah di usia yang matang diharapkan membuat pasangan memiliki kesiapan mental untuk menghadapi berbagai rintangan tersebut.

Karena itu, menurut Kasandra dibutuhkan kebijakan tegas tidak hanya berupa pembatasan usia menikah, yang pada akhirnya terpaksa mengajukan permohonan pengecualian kepada pengadilan agama, tapi juga dibutuhkan kebijakan terhadap kesempatan belajar, aktivitas positif dan promosi hidup berprestasi sebelum menikah di usia yang tepat.