JAKARTA – Wacana koalisi antara kubu pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mencuat belakangan ini. Benarkah tujuannya untuk membendung kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka?
Potensi koalisi pasangan AMIN dengan Ganjar-Mahfud MD ini muncul karena sejauh ini belum ada hasil survei yang menunjukkan pasangan yang mendominasi dengan perolehan suara di atas 50 persen, meski kubu Prabowo Subianto-Gilang Rakabuming Raka tetap unggul di sejumlah jajak pendapat. Artinya, besar kemungkinan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 akan dilakukan dalam dua putaran.
Ahmad Syaikhu, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung Anies sebagai Capres, menyatakan pihaknya terbuka untuk bekerja sama dengan segala kalangan. Namun ia menekankan pentingnya membangun komunikasi yang baik di antara berbagai pihak agar Pilpres tidak menjadi panggung pertarungan yang merugikan.
Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau yang akrab disapa JK juga ikut mengomentari wacana koalisi pasangan calon nomor urut satu dan paslon nomor urut tiga. Menurut JK tidak ada kawan dan lawan abadi dalam dunia politik, sehingga wacana koalisi di putaran kedua adalah ide bagus.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Airlangga Hartanto menanggapi isu ini dengan penuh optimisme. Airlangga menuturkan keyakinan bahwa Prabowo-Gibran bisa memenangkan Pilpres dalam satu putaran, meski ia mengakui adanya potensi koalisi Anies dengan Ganjar.
Bukan Sekadar Membendung Paslon Dua
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo justru melihat wacana koalisi antara paslon satu dan tiga mencuat untuk mencegah paslon dua memenangi Pilpres satu putaran.
“Mengapa mereka harus bersatu? Karena kalau mereka berjuang sendiri-sendiri maka akan memuluskan paslon nomor dua untuk memenangkan Pilpres satu putaran,” tutur Karyono ketika dihubungi VOI.
Namun Karyono Wibowo melihat ada hal yang jauh lebih penting dari sekadar mengalahkan pasangan Prabowo-Gibran. Pengamat politik yang tengah menyelesaikan studi Kajian Intelijen Stratejik di Universitas Indonesia ini mengatakan potensi koalisi Anies dengan Ganjar terjadi karena melihat ketidakadilan dalam pelaksanaan Pemilu.
Dikatakan Karyono, tujuan utama koalisi bukan untuk mengalahkan paslon tertentu, melainkan untuk membendung kesewenang-wenangan dan menciptakan Pemilu yang terbuka, jujur, dan adil.
“Mereka menilai ada ketidaknetralan misalnya cawe-cawe presiden, ketidaknetralan aparat dan ASN dan penggunaan kebijakan sebagai instrumen untuk memenangkan paslon tertentu yang didukung oleh penguasa, serta adanya masalah lain seperti dugaan intimidasi,” Karyono menjelaskan.
“Itulah alasan mengapa paslon satu dan tiga harus bersatu, yaitu untuk menghadapi rezim yang berpihak pada kandidat paslon dua,” imbuhnya.
Syarat Terwujudnya Koalisi
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) Andriadi Achmad memiliki pandangan berbeda. Menurut Andriadi, akan sulit tercipta koalisi antara kubu Anies dan kubu Ganjar dalam putaran kedua melawan kubu Prabowo.
“Sulit membayangkan terciptanya koalisi antara PDIP-PKS yang dalam sejarah perpolitikan dalam tingkat nasional tidak pernah terjadi,” ucap Andriadi.
Namun, dosen FISIP Universitas Al-Azhar Indonesia ini mengatakan dalam politik apa pun bisa terjadi sehingga tidak menutup kemungkinan koalisi yang diwacanakan saat ini benar-benar terjadi. Andriadi mencotohkan PDIP dan Jokowi yang akhirnya berpisah di tengah setelah mereka tampil solid di dua edisi Pilpres. Selain itu, PKS juga bergabung dengan PKB dalam koaliasi perubahan untuk mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024.
BACA JUGA:
Andriadi menuturkan, koalisi Anies-Ganjar hanya akan terjadi jika jika Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Nasdem Surya Paloh mencapai kesepakatan. Sementara PKS dan PKB hanya akan mengekor karena tidak terlalu memiliki kekuatan untuk menentukan keputusan dalam koalisi.
Ia mencontohkan bagaimana ketika Koalisi Perubahan memutuskan untuk memilih Muhaimin Iskandar sebagai wakil Anies Baswedan yang tidak melibatkan PKS dan Demokrat sebagai mitra koalisi, meski pada akhirnya Demokrat memilih mundur dan bergabung dengan KIM.
“Artinya koalisi antara kubu Anies dan kubu Ganjar bersatu pada putaran kedua jika Megawati dan Surya Paloh bersepakat. Sebagaimana kita ketahui belakangan ini PDIP dan Nasdem pecah kongsi,” ujar Andriadi memungkasi.