Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Segera Disidang

JAKARTA - Eks Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan bakal segera disidang terkait dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG). Proses penyidikan telah selesai dilaksanakan dan berkas perkara sudah diserahkan ke tim jaksa.

“Tim penyidik pada Selasa, 16 Januari telah selesai melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dengan tersangka GKK pada tim jaksa,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 17 Januari.

Ali memastikan alat bukti yang dikumpulkan sudah seusai dan memenuhi unsur-unsur pasal kerugian negara. Selanjutnya, jaksa punya waktu 14 hari kerja untuk menyusun dakwaan.

“Penahanan masih tetap dilakukan untuk 20 hari ke depan bertempat di Rutan KPK,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menduga proses pengadaan LNG sebagai sebagai alternatif mengatasi kekurangan gas di Tanah Air tak dikaji. Karen Agustiawan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina juga tak melaporkan keputusannya ke dewan komisaris.

“GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC Amerika Serikat tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” kata Firli Bahuri saat masih menjabat sebagai Ketua KPK dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 19 September.

Firli mengungkap pelaporan harusnya dilakukan karena akan dibawa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” tegasnya.

Karena perbuatannya, Karen membuat negara merugi sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau Rp2,1 triliun. Penyebabnya, kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya kargo over supply, PT Pertamina akhirnya membuat penjualan di pasar internasional dengan kondisi rugi. Padahal, komoditas ini juga tak pernah masuk ke Indonesia dan digunakan seperti tujuan awalnya.