Di KPK, Edhy Prabowo Sindir Permen Benur Susi Pudjiastuti

JAKARTA - Edhy Prabowo mengatakan, kebijakannya membuka keran ekspor benih lobster atau benur dengan merevisi peraturan menteri (Permen) Susi Pudjiastuti untuk kepentingan masyarakat, bukan pribadinya. Di era Susi benih lobter dilarang ditangkap dan diekspor.

"Permen yang kami bikin itu bukan atas dasar keinginan menteri, tapi keinginan masyarakat supaya permasalahan lobster yang selama ini tidak dibolehkan itu," kata Edhy Prabowo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 22 Februari.

Dia mengklaim aneh jika masyarakat harus dihukum karena menangkap benih lobster di negaranya sendiri. Padahal sumber daya alam itu, tekan Edhy, harus dinikmati masyarakat. Maka dari itu, dia merivisi permen Susi.

"(Masa) enggak boleh menikmati sumber daya alam yang ada di negara kita, sekarang kita hidupkan," ujar Edhy.

Edhy bercerita, saat merevisi Permen Susi Pudjiastuti itu, pihaknya melakukan banyak kajian dan mendengarkan saran dari berbagai pihak. Bahkan, untuk merevisi ini perlu waktu enam bulan.

"Dan setelah jadi draf permen kita juga laporkan ke presiden melalui mensesneg dan menseskab, semua terlibat," kata Edhy.

Bahkan dia membandingkan Permen dirinya dengan Susi. "Bandingan dengan dulu, permen yang dulu melarang yang keluarnya hanya 1 minggu, sangat berbeda. Jd ini semua ada uji akademisnya, ada uji teknisnya," kata dia.

Dikonfirmasi mengenai Permen yang dikeluarkan jauh lebih baik dari Susi, Edhy enggan menjawabnya. Hanya saja, klaim Edhy, permin ini menyempurnakan yang sebelumnya.

"Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat akhirnya saya dipenjara itu sudah risiko bagi saya," kata Edhy.

Adapun Edhy Prabowo menjadi tersangka dari KPK berawal dari dibukanya kram ekspor benur. Dimana dia diduga menerima suap dari izin ekspor benur.

Bahkan Edhy menggunakan uang suap ini untuk keperluan pribadinya. Dari belanja barang mewah di luar negeri, menyewakan apartemen, sampai memodifikasi mobilnya.