JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Kebijakan ekspor benih lobster sejak awal sudah disoroti. Edhy menghapus kebijakan menteri terdahulu Susi Pudjiastuti yang melarang ekspor benih lobster. Selain ekspor benih lobster, apa lagi kebijakan Susi yang dihapus Edhy?
Setidaknya ada tiga kebijakan kunci yang Edhy hanguskan dari era Susi. Seluruh penghapusan kebijakan itu, kata Edhy dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan bagi dunia usaha sekaligus menegaskan keberpihakan pada nelayan kecil.
Edhy mengatakan kepastian usaha amat dibutuhkan untuk industri perikanan dan nelayan. Menurut Edhy, segala revisi aturan di Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah dilakukan melalui kajian matang.
1. Buka pintu eskpor benih lobster
Di era kepemimpinannya, Susi Pudjiastuti menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Susi memandang ekspor benih lobster tak menguntungkan karena tak mampu menambah nilai jual. Selain itu, Susi ingin lobster berkembang biak di lautan Indonesia.
Berbeda dengan Susi, Edhy menganggap larangan ekspor benih lobster merugikan nelayan. Edhy menyebut kebijakan menghapus larangan ekspor benih lobster telah dikaji dan melalui diskusi dengan nelayan.
Edhy juga mengungkap tingginya angka penyelundupan benih lobster. Maka, ketimbang penyelundupan merajalela, kenapa ekspor tak dibuka kembali untuk memudahkan pengendalian.
"Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan," kata Menteri Edhy dalam keterangan tertulis.
"Terdapat 13 ribu nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan, karena akibat ekspor dilarang mereka tidak bisa makan. Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," kata Edhy.
2. Tak lagi tenggelamkan kapal pencuri ikan
Kebijakan lain yang dihapus Edhy Prabowo adalah yang paling populis dari Susi Pudjiastuti, yakni penenggelaman kapal pencuri ikan. Di masa Edhy, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengganti aturan, bahwa hanya kapal pencuri ikan yang melarikan diri dari penyergapan yang ditenggelamkan.
Di bawah Edhy, kapal yang berhasil ditangkap perlu diproses hukum. Dan kapal yang perkaranya telah mendapat putusan hukum akan diserahkan kepada nelayan lokal untuk dimanfaatkan.
Bagi Edhy, hal itu jauh lebih bermanfaat. Meski mengaku paham bahwa penenggelaman kapal adalah upaya penegasan kedaulatan, Edhy merasa langkah tersebut tak cukup untuk memperbaiki pengelolaan laut.
"Kalau hanya sekadar menenggelamkan, kecil buat saya. Bukannya saya takut. Enggak ada (takut). Kita enggak pernah takut dengan nelayan asing. Tapi jangan juga semena-mena sama nelayan kita sendiri," kata Edhy.
"Ini kita serahkan ke nelayan. Semua kemampuan nelayan kita data semua. Ada beberapa hasil pengadilan yang dimusnahkan. Tapi, kita lihat lagi yang akan dimusnahkan itu masih memungkinkan untuk disita negara dan direparasi untuk nelayan atau bagaimana," ujarnya.
Inisiatif menghibahkan kapal pencuri ikan kepada nelayan lokal, kata Edhy telah ia koordinasikan dengan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Kejaksaan Agung.
3. Izinkan alat tangkap cantrang
Kebijakan ini tak kalah kontroversial. Cantrang sejak lama telah ditinggalkan oleh dunia internasional. Susi, di masa kepemimpinannya menegaskan lewat Permen.
Peraturan yang dimaksud adalah Permen Nomor 2 Tahun 2015 dan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016. Selain cantrang, larangan yang diberlakukan 2018 itu juga melarang 16 alat tangkap lain yang dianggap merusak lingkungan laut.
Edhy menghapus larangan itu. Seperti penghapusan larangan ekspor benih lobster, penghapusan larangan cantrang, kata Edhy juga telah melalui sejumlah kajian.
Kata Edhy, ia mendengar pendapat sejumlah pihak yang mengatakan penggunaan cantrang tak sepenuhnya merusak lingkungan. Syaratnya, cantrang hanya bisa digunakan di laut yang dasarnya pasir atau lumpur.
Lalu bagaimana dengan yang di laut berdasar terumbu karang? Kata Edhy, penggunaan cantrang di laut berterumbu karang justru akan merobek cantrang, bukan merusak terumbu karang.
Selain itu, Edhy melihat besarnya dampak pelarangan cantrang bagi nelayan tradisional. Karenanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah Edhy melakukan pemetaan zonasi.
Sementara, pencabutan larangan cantrang disusun berdasar hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.
BACA JUGA:
Kenapa berubah?
Lalu, apa yang ideal di mata Edhy? Bagi Edhy, yang perlu didorong saat ini adalah komunikasi dengan nelayan. Hal itu harus jadi prioritas untuk meningkatkan budidaya perikanan. Selain itu, Edhy juga mengedepankan perbaikan birokrasi perizinan.
Susi Pudjiastuti sendiri pernah merespons sejumlah kebijakannya yang dihapus di masa Edhy. Susi menghormati keputusan Edhy. Menurut Susi, segala kebijakan yang ia buat bertujuan untuk mengawal visi misi Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan menjadikan laut sebagai masa depan bangsa.
Pun ketika Edhy mengganti kebijakan-kebijakan di eranya, Susi yakin langkah itu diambil dengan tujuan yang sama. Kata Susi, perubahan kebijakan mungkin dibutuhkan karena visi misi pemerintahan Jokowi telah berubah di periode Kabinet Indonesia Maju.
"Mungkin misinya telah berubah sekarang itu, ya. I dont know. Kalau saya, prinsipnya menteri bekerja untuk visi dan misi Presiden. Laut masa depan bangsa. Saya melaksanakan visi misi Presiden," kata Susi.