KPK Tegaskan Tak Bisa Sembarangan Usut Laporan Transaksi Janggal dari PPATK
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut laporan hasil analisis berisi transaksi janggal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tak bisa sembarangan ditindaklanjuti. Telaah harus dilakukan sehingga tidak menyalahi kewenangan yang mereka miliki.
“Kita lihat dulu, kita telaah dulu apakah ada unsur tindak pidana korupsinya, predicate crimenya. Karena laporan PPATK terkait dengan pencucian uang,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta yang dikutip Jumat, 11 Januari.
Begitu juga dengan dua laporan yang diserahkan PPATK soal transaksi janggal di masa kampanye. Meski belum mengecek tapi dia bilang anak buahnya memang harus hati-hati dalam melaksanakan tindak lanjut.
Alexander bilang KPK baru bisa menangani dugaan korupsi jika terkait dengan penyelenggara negara. Karena dokumen dari PPATK sifatnya informasi intelijen sehingga harus didalami lagi.
“Dokumen PPATK kan intelijen, bisa menggunakan hanya sebatas petunjuk. Kita perhatikan ke orang-orang itu (yang diduga melakukan transaksi janggal, red), kita enggak bisa,” tegasnya.
Meski begitu, Alexander bilang tiap laporan yang masuk tentu bakal didalami. “Kan itu sudah ada aliran uangnya tinggal kita mencari kan predicate crime-nya. Apakah itu ada korupsinya,” ujarnya.
PPATK sebelumnya mengaku punya data transaksi tindak pidana yang diduga dilakukan para caleg. Mereka sudah menyerahkan ke pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
"Ini semua (data transaksi pidana caleg, red) sudah kami sampaikan," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers Refleksi Kerja PPATK 2023, di Gedung PPATK, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Januari 2024.
Ivan merinci jumlah data dan transaksi para caleg yang berkaitan dengan tindak pidana. Pertama, kasus korupsi yang mencapai triliunan rupiah.
Baca juga:
"(Sebanyak, red) 13 (laporan, red) kasus korupsi dengan angka Rp3.518.370.150.789," ungkapnya.
Selain itu, PPATK juga sudah menyerahkan laporan transaksi janggal yang diduga terjadi selama Pilpres ke KPK. Ada dugaan pencucian uang dalam kampanye di Pemilu 2024 meningkat 100 persen pada Semester II 2023.