Jadi Korban Penipuan Kripto di Telegram, Insinyur Ini Harus Kehilangan Rp237 Juta

JAKARTA - Seorang insinyur asal Delhi menjadi korban penipuan kripto di platform perpesanan Telegram, yang marak terjadi di India. Menurut laporan media lokal, korban kehilangan sekitar 15.000 dolar AS (Rp 234 juta) dalam skema investasi palsu yang terkait mata uang kripto.

Korban mendapat pesan dari orang tak dikenal di Telegram, yang menjanjikan keuntungan besar dari berinvestasi di mata uang kripto. Tanpa curiga, korban tertarik dengan tawaran tersebut dan bergabung dengan grup Telegram yang disebutkan oleh pengirim pesan.

Di dalam grup tersebut, korban diberi instruksi untuk berinvestasi 120,43 dolar AS (Rp 1,9 juta) dan dijanjikan mendapat imbal hasil 180,65 dolar AS  (Rp 2,8 juta). Anehnya, korban percaya dengan janji-janji tersebut. Bahkan, berencana meningkatkan jumlah investasinya.

Akhirnya, korban menyetor uang tambahan sebesar 15.000 dolar AS  (Rp234 juta) ke rekening yang diberikan oleh penipu. Tidak lama setelah itu, penipu memutus komunikasi dan menutup akses grup Telegram tersebut. Uang yang telah disetorkan pun tidak dapat dikembalikan.

Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi media lokal Times of India, banyak investor kripto di India yang rentan terhadap penipuan semacam ini, terutama di platform Telegram. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pengalaman tentang kripto, serta kurangnya regulasi yang jelas tentang industri ini. Banyak orang yang mudah tergiur oleh tawaran-tawaran menggiurkan di internet, tanpa melakukan verifikasi atau riset terlebih dahulu.

Pemerintah India Perketat Aturan Kripto

Pemerintah India telah mengambil langkah-langkah untuk menangani peningkatan jumlah penipuan kripto di negara tersebut. Pada akhir Desember 2023, Unit Intelijen Keuangan (FIU) Kementerian Keuangan India mengirimkan pemberitahuan kepada sembilan bursa kripto asing, termasuk Binance, Huobi, Kraken, dan Bitfinex.

Pemberitahuan tersebut menuduh bahwa bursa-bursa kripto tersebut beroperasi secara ilegal di India tanpa memiliki izin yang sesuai dengan undang-undang anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

FIU juga meminta Kementerian Elektronika dan Informasi India untuk memblokir situs web dari bursa-bursa kripto tersebut, jika mereka tidak mematuhi persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai entitas pelaporan, melaporkan transaksi mencurigakan, membayar pajak, dan berbagi informasi dengan otoritas India.

Pemerintah India juga telah memasukkan aset digital ke dalam daftar aset yang harus dilaporkan oleh wajib pajak, sehingga aturan pencucian uang juga berlaku untuk pasar kripto India. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk melindungi investor dan mencegah penipuan kripto di negara tersebut.