Bagikan:

JAKARTA – Kasus pencucian uang (money laundering) dengan memanfaatkan aset kripto telah menarik perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Organisasi internasional yang dibentuk pada 24 Oktober 1945 tersebut, mengungkapkan data terbaru terkait kasus pencucian uang terutama di kawasan Asia.

Laporan PBB memaparkan bahwa aktivitas pencucian uang dengan menggunakan stablecoin USDT di Asia mengalami peningkatan. Menurut laporan yang dirilis oleh Unit Narkoba dan Kejahatan PBB, stablecoin ini telah menjadi alat favorit bagi pelaku kejahatan di Asia Tenggara untuk melancarkan aksi penipuan dan pencucian uang.

Laporan tersebut menyoroti sindikat pencucian uang yang beroperasi di Myanmar dan Kamboja, yang menggunakan USDT sebagai sarana untuk menukar dana ilegal dengan uang tunai. Selain itu, platform perjudian online ilegal di wilayah ini juga turut memfasilitasi transaksi pencucian uang menggunakan USDT.

Jeremy Douglas, seorang eksekutif di PBB, menyatakan bahwa kemunculan teknologi kripto telah menciptakan sistem perbankan alternatif yang digunakan oleh para pelaku kejahatan di Asia Tenggara.

BACA JUGA:


- https://voi.id/teknologi/346874/jadi-korban-penipuan-kripto-di-telegram-insinyur-ini-harus-kehilangan-rp237-juta

- https://voi.id/berita/346937/bekuk-pencuri-uang-kripto-beraset-rp5-1-miliar-polda-riau-telusur-pelaku-lain

- https://voi.id/teknologi/345761/bos-bursa-kripto-ini-ditangkap-polisi-setelah-jual-cryptocurrency-palsu-di-exchanger

Upaya Tether

Meskipun stablecoin-nya digunakan dalam aksi kriminal, Tether selaku penerbit USDT, telah mengambil langkah proaktif untuk memerangi kegiatan ilegal. Pada tahun lalu, Tether bekerja sama dengan otoritas AS dan bursa kripto OKX untuk membekukan token USDT senilai $225 juta yang terkait dengan kegiatan ilegal.

Tether juga telah mengirimkan surat kepada Komite Senat AS dan Komite Layanan Keuangan Rumah Perwakilan AS, menegaskan komitmennya untuk melawan kegiatan ilegal di ruang aset digital.

Perusahaan ini telah menerapkan perangkat analisis dari Chainalysis dan mendirikan Departemen Kepatuhan dengan program anti-pencucian uang (APU) dan kenali-pelanggan (KYC) untuk menganalisis transaksi dan mencegah pendanaan kelompok teroris.