Debat Capres Ketiga Harus Soroti Kemampuan Soft Power Indonesia
JAKARTA – Tema debat capres ketiga Pilpres 2024 tentang Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik dikhawatirkan hanya menyoroti kemampuan hard power, bukan soft power yang dimiliki Indonesia.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Jember, Agus Trihartono menilai bahwa dengan tema yang telah ditentukan itu, maka ketiga capres akan cenderung berkutat di seputar hard power. Artinya, isu militer dan ekonomi sangat mungkin akan lebih mendominasi di dalam debat tersebut.
“Panelis yang diambil itu semuanya para ahli dalam hard power ya. Diskusi tentang militer dan ekonomi tentu tidak salah dan itu memang core-nya hubungan internasional, tapi dunia sekarang itu tidak melulu memberi perhatian ke isu hard power,” ujarnya, Minggu 7 Januari.
Dia menjelaskan, hard power memang penting bagi pergaulan sebuah negara di dunia internasional. Namun, saat ini sudah banyak negara lain yang juga peduli pada aspek soft power. Sebab, soft power bisa membuat negara lain atau masyarakat internasional mengikuti, bahkan pro pada suatu negara karena tertarik pada tiga aspek, yakni budaya, kebijakan politik dan value.
Agus mencontohkan besarnya pengaruh K-Pop dari Korea Selatan di berbagai belahan dunia. Tanpa disadari banyak orang, Korea Selatan begitu punya kekuatan besar untuk memberi pengaruh pada dunia internasional lewat budaya K-Pop tersebut.
Baca juga:
“Orang tidak tahu loh bahwa dari K-Pop itu bukan hanya citra Korea Selatan yang semakin seolah-olah sangat dekat kepada kita, tapi juga uang kita juga lari ke sana tanpa kita terasa, gitu loh,” tuturnya.
Indonesia sendiri, lanjut Agus, punya potensi yang sangat besar di aspek soft power, baik value, policy, maupun budayanya. Termasuk di dalamnya melalui kulinernya. Banyak daerah di Indonesia punya kuliner khas, dari Sabang hingga Merauke.
Dia menegaskan, sebuah negara bisa punya power melalui kuliner, atau dalam ilmu HI dikenal dengan istilah gastrodiplomacy. Sebenarnya, dua periode kepemimpinan presiden Jokowi adalah periode di mana gastrodiplomacy itu diperhatikan.
“Jadi, di era Jokowi periode pertama di 2016 memperkenalkan brand power (gastrodiplomacy), lalu tahun 2021, Jokowi memperkenalkan Indonesia Spice Up The World (ISUTW). Itu ada, Jokowi sudah berpikir jauh ke ranah itu. Nah, kalau yang sekarang (para capres-cawapres) malah membahas isu militer melulu,” kata Agus.