Hitachi Vantara: Mengatasi Tantangan Keamanan Siber adalah Sebuah Olahraga Tim
JAKARTA - Pada acara CIONet yang digelar baru-baru ini di Zurich, Swiss, para senior IT dan pemimpin bisnis menemukan ide menarik, di mana menangani ancaman siber ternyata memerlukan kerja sama tim yang solid. Intinya, keamanan siber harus menjadi olahraga tim.
Sebuah laporan dari Hitachi Vantara, unit bisnis dari Hitachi, perusahaan penyedia infrastruktur modern, manajemen data, dan solusi digital, menunjukkan bahwa 75 persen perusahaan telah terkena serangan ransomware dalam 12 bulan terakhir.
Lebih lanjut, dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 48 persen perusahaan mengaku pernah menjadi korban, dan yang lebih parah, 23 persen di antaranya mengalami lebih dari satu kali serangan.
Khusus di Indonesia, Laporan yang dikeluarkan oleh National Cyber Security Index (NCSI) menyebutkan, pada tahun 2022 keamanan siber Indonesia menduduki peringkat ke-6 yang teraman di Asia Tenggara dengan skor 38,96 dari 100.
Untuk itu, Enterprise Solution Consultant Lead, Indonesia, Hitachi Vantara, Sony Chahyadi memberikan beberapa tips atau strategi untuk perusahaan agar dalam mengatasi ancaman eksternal dengan baik. Adapun strategi tersebut di antaranya adalah:
Mengkategorikan tantangan terlebih dahulu. Sony beranggapan bahwa perusahaan perlu memulai dengan melihat tiga area utama saat menghadapi tantangan keamanan siber, di antaranya adalah perlindungan data, mengedukasi SDM, dan menyeimbangkan kelangsungan bisnis dengan keamanan.
Lebih lanjut, ia juga berpendapat bila perusahaan harus melakukan pendekatan terhadap ancaman melalui metodologi, teknologi, dan budaya. Artinya, perusahaan harus mengadakan pelatihan metode pencegahan dan pemulihan insiden siber. Dengan demikian, Sony menekankan untuk menerapkan misi 'mencegah lebih baik daripadai mengobati'.
Selain itu, seringkali pelaku ransomware meminta uang tebusan sebagai bentuk ancaman. Namun, Sony mengatakan bahwa membayar uang tebusan bukanlah sebuah solusi. Karena, laporan Gartner menyoroti, di mana membayar tebusan seringkali tidak menjamin data akan dapat pulih sepenuhnya.
"Jadi, penting bagi perusahaan untuk memusatkan fokus pada kesiapan dan ketahanan dalam manajemen data," kata Sony dalam sebuah artikel yang diterima pada Kamis, 21 Desember.
Baca juga:
- Microsoft Akuisisi Kredit Karbon dari Chestnut Carbon dalam Upaya Capai Tujuan Keberlanjutan
- Presiden Joe Biden Segera Buat Standar dan Panduan Pertama untuk AI Generatif yang Aman
- Google, Rencanakan Restrukturisasi Unit Penjualan Iklan
- Samsung Hadirkan Program Self-Repair Perangkat di Lebih dari 30 Negara Eropa
Lebih lanjut, ia menyebutkan juga bahwa menyiapkan strategi persiapan dan uji kesiapan, seperti pelatihan khusus sangat diperlukan untuk setiap karyawan, agar bisa terbiasa dalam menghadapi jenis-jenis serangan yang akan muncul di masa mendatang.
"Solusi back up yang solid. Strategi mitigasi serangan ransomware yang menyeluruh sangatlah diperlukan, bermanfaat untuk membantu perusahaan terlindung dari risiko ransomware. Teknik proteksi data modern, seperti membuat penyimpanan yang tidak dapat diubah dan memanfaatkan penyimpanan objek dapat membantu melindungi data penting," tambahnya.
Terakhir, meskipun solusi back up berfungsi sebagai langkah keamanan terakhir, Sony merasa masih banyak hal yang harus disusun sebelumnya, seperti memprioritaskan pencegahan serangan dibandingkan pemulihannya.