Terjaring OTT Gara-gara Suap Proyek, Gubernur Maluku Utara: Risiko Jabatan
JAKARTA - Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba mengatakan penetapan dirinya sebagai tersangka adalah risiko jabatan. Sebagai pejabat dia merasa bisa saja salah.
Hal ini disampaikan Abdul Gani usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Rabu, 20 Desember. Dia berompi oranye setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin sore, 18 Desember lalu.
“Itu namanya risiko pejabat. Kadang-kadang kita salah,” kata Abdul Gani kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 20 Desember.
Abdul juga menyinggung soal adanya tekanan maupun kebutuhan. Tapi, dia tak mau bicara banyak soal penetapan tersangkanya.
“Jadi saya kira kita harus terima sebagai pejabat, ya, dipercayakan,” tegasnya.
Menambahkan pernyataannya, Abdul sempat meminta maaf atas perbuatannya. Dia menegaskan selama ini sudah bekerja dengan maksimal.
“Sebagai gubernur, saya meminta kepada masyarakat. Kalau ada hal-hal sampai terjadi seperti ini. Menurut saya, artinya sudah berusaha selama dua periode tapi akhirnya jabatan terakhir tersandung persoalan seperti itu,” ungkapnya sebelum digiring ke mobil tahanan.
Abdul sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah Kadis Perumahan dan Pemukiman Adnan Hasanudin; Kadis PUPR Daud Ismail; Kepala BPPBJ Ridwan Arsan; ajudan bernama Ramadhan Ibrahim; serta swasta bernama Stevi Thomas dan Kristian Wuisan.
Baca juga:
- KPK Duga Gubernur Maluku Utara Bayar Hotel dan Dokter Gigi Pakai Duit Suap Proyek
- KPK Temukan Duit Rp725 Diduga Terkait Suap Pengadaan Proyek Saat OTT Gubernur Maluku Utara
- KPK Resmi Tahan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba Usai Terjaring OTT
- Kasus COVID-19 di Surabaya Naik, Masyarakat Diminta Gunakan Masker di Ruang Tertutup
Enam tersangka termasuk Abdul sudah ditahan. Sedangkan sisanya, Kristian Wuisan masih belum ditahan dan akan dijadwalkan dipanggil penyidik. Adapun jumlah uang yang diduga diterima terkait pengurusan proyek mencapai Rp2,2 miliar. Sementara temuan dalam operasi senyap mencapai Rp775 juta.
Praktik lancung ini dilakukan melibatkan anak buahnya, yaitu Adnan Hasanudin dan Daud Ismail. Mereka bertiga bersekongkol untuk mengatur proyek hingga menerima duit.