Antisipasi Pendanaan Teroris, OJK Minta Fintech Wajib Lapor per 1 April
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mewajibkan industri teknologi finansial (fintech) yang berbasis penyelenggara layanan pinjam meminjam peer to peer lending (P2P lending) untuk melaporkan setiap data transaksinya. Kebijakan itu akan mulai diberlakukan per 1 April 2021 mendatang.
Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme atau APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme).
"Tahun ini juga per 1 April 2021, ada kewajiban pelaporan atau penerapan APU PPT di industri fintech atau P2P lending, itu tantangan juga, bagaimana industri ini tidak dijadikan media untuk pencucian uang, media untuk pendanaan teroris," kata Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar, Rabu, 17 Februari.
Selain tantangan untuk memastikan lingkungan fintech aman bagi pengguna, OJK juga melihat COVID-19 masih menjadi tantangan. Sebab, menurut Munawar, COVID-19 sangat berpengaruh pada penyaluran di P2P lending.
Penyaluran pinjaman di P2P lending sempat mengalami penurunan pada awal pandemi, tepatnya April dan Mei 2020, namun kembali pulih mulai Agustus.
"Artinya kita optimis ke depan, di bulan Januari, Februari dan seterusnya ini seiring dengan perekonomian nasional yang semakin membaik, maka industri P2P lending, pinjamannya juga semakin tinggi," kata Munawar.
"Tentu saja kemudian tidak 100 persen bisa sama dengan tahun-tahun sebelumnya dari sisi deretan pertumbuhannya, tapi kita optimis bahwa ini terus bertambah penyalurannya atau terus tumbuh," dia melanjutkan.
Bukan hanya soal pertumbuhan industri, menurut Munawar, peningkatan kualitas juga menjadi tantangan ke depan, salah satunya credit scoring.
"Data di kami, pinjaman yang berhasil dicollect, tingkat keberhasilan pengembalian itu masih 95,22 persen. Hal ini masih ada 4 persenan ini yang masih macet. Langkah ke depan supaya tingkat kemacetannya ini semakin ditekan," ujar dia.
Terlepas dari tantangan yang dihadapi, industri fintech mengalami pertumbuhan di tengah tekanan pandemi COVID-19.
Baca juga:
- Xi Jinping Hilangkan Nama Jack Ma dari Daftar Pemimpin Wirausaha China
- Ini 6 Pilihan Investasi Populer yang Menguntungkan di Indonesia, Salah Satunya Saham
- Erick Thohir Diharapkan Mampu Lakukan Terobosan dalam Sinergikan Bank Syariah Indonesia dengan Fintech
- Bos BEI, OJK, KSEI: Di 2020, Investor Ritel Membanggakan!
Meski pertumbuhan tidak setinggi pada tahun-tahun sebelumnya, dari sisi penyaluran pinjaman pada 2020, industri fintech berhasil menyalurkan Rp74,41 triliun, artinya naik 26,47 persen year-on-year.
"Dari sisi pertumbuhannya memang menurun, tapi itu tentu saja pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, atau pertumbuhan industri lainnya," kata Munawar.
Sementara itu, dari sisi jumlah pengguna, hingga saat ini, Munawar mengatakan, terdapat 45 juta rekening pengguna dan 717 ribu rekening orang yang memberikan pinjaman atau lender.
"Jadi, memang sangat banyak, dan kita optimis ke depan juga akan bertambah lebih banyak lagi. Fintech ini hadir dalam rangka untuk memberikan pendanaan dan tentu saja untuk membangun perekonomian nasional," Munawar menambahkan.