Pantauan Netray: Transisi Citra Prabowo di Balik Kata Gemoy, Desain Cerdas Meski Tuai Kritik dari Warganet

JAKARTA – Istilah gemoy tengah populer dalam beberapa pekan terakhir, setelah salah satu capres mendapat panggilan Prabowo gemoy.

Dalam sebuah kesempatan, Prabowo Subianto mengaku tidak tahu apa arti gemoy walau kata tersebut sering disandingkan dengan namanya.

Gemoy digunakan oleh kaum generasi milenial dan Z, dan sebenarnya berasal dari kata gemas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gemas berarti (1) sangat jengkel/marah atau (2) sangat cinta bercampur jengkel.

Meski memiliki makna negatif, kata gemas justru memiliki makna positif setelah diplesetkan menjadi gemoy.

Kata gemoy cukup populer di kalangan generasi milenial maupun Z di media sosial. Belakangan ini, tren penggunaan gemoy juga makin masif di media sosial Tiktok dan X. Ini karena gemoy diklaim menjadi ikon dari salah satu capres, yaitu Prabowo Subianto.

Foto 2: Statistik Media Sosial X terkait konten Prabowo Gemoy.

Tren Gemoy di Media Sosial TikTok dan X

Netray Media Monitoring memantau kata kunci ini di dua kanal, yaitu TikTok dan X. Di kanal TikTok, Netray menemukan 1.070 konten dengan kata kunci gemoy pada periode 24 November sampai 4 Desember 2023. Konten-konten tersebut bahkan sudah diputar sebanyak 57,3 juta kali dengan total impresi mencapai 2,6 juta reaksi.

Konten-konten tersebut diunggah secara masif oleh pengguna TikTok selama dua pekan terakhir. Peningkatan kata kunci gemoy mencapai puncaknya pada 28 November dengan total 172 konten dalam sehari. Lalu, tiga hari berikutnya intensitas unggahan terkait kata kunci ini tampak menurun.

Kata kunci gemoy ini didominasi oleh konten-konten yang berkaitan dengan Prabowo dan Gibran. Hal tersebut dapat dilihat dari jajaran top hastag dan top words di kanal TikTok.

Sejumlah akun di kanal TikTok yang membagikan konten terkait topik Prabowo gemoy memberikan impresi positif bagi capres nomor urut dua tersebut.

Tren gemoy juga terjadi di media sosial X. Netray memantau perbincangan dengan menggunakan kata kunci gemoy&&prabowo dan ditemukan 71,1 ribu unggahan terkait kata kunci selama periode pemantauan. Meski begitu, unggahan terkait kata kunci ini tampak kurang masif di media sosial X.

Namun, cuitan warganet di media sosial X tidak selalu berisi narasi positif bagi Prabowo. Tren gemoy ini rupanya juga mendapat kritik dari warganet. Contohnya adalah akun @FstrongW yang menyebut Gen Z merupakan generasi bodoh dalam berpolitik dan cenderung suka dengan gimmick.

Pendapat lain menyebutkan tren ini sengaja dibuat oleh kubu Prabowo untuk mengaburkan sejarah dan masa lalu capres dari nomor urut dua itu.

Foto 3: Statistik Media Sosial TikTok terkait konten Prabowo Gemoy.

Cara Cerdas Gaet Pemilih Pemula

Kampanye gemoy yang dipopulerkan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tidak hanya dikritik oleh warganet. Sejumlah lawan politik pasangan ini juga ikut-ikutan memberi komentar negatif. Salah satunya adalah juru bicara Tim Nasional (Timnas) AMIN, Surya Tjandra mengklaim gimik gemoy yang dipopulerkan Prabowo berbahaya.

Surya Tjandra bahkan menyamakan kampanye gimik Prabowo dengan yang diterapkan Ferdinand Romualdez Marcos atau Bongbong Marcos saat Pilpres di Filipina. Bongbong Marcos merupakan anak diktator Filipina, Ferdinand Marcos, yang berkuasa selama 21 tahun dan dianggap otoriter.

Bongbong Marcos memenangi Pilpres Filipina karena kampanye masif di media sosial dan menggaet suara anak muda. Sama halnya dengan sasaran kampanye gimik pasangan Prabowo-Gibran yang juga adalah anak muda. Surya menilai kampanye gimik yang dilakukan pasangan nomor urut 2 itu berbahaya karena memanipulasi kondisi yang sebenarnya.

Namun, Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah tidak melihat ada yang salah dengan kampanye ‘gemoy’ yang tengah digembar-gemborkan kubu Prabowo. Ia justru menilai ini adalah cara cerdas dari tim Prabowo mengeruk suara pemilih pemula. Terutama, Dedi melihat peran Gibran yang dianggap bisa mewakili anak muda justru belum berkontribusi maksimal.

“Dari sisi upaya mendekati pemilih muda, itu sudah berhasil, meskipun untuk Gibran justru alami kebalikannya, anak muda jauh lebih menyukai Prabowo dibanding Gibran. Dengan itu peluang dipilih lebih besar,” kata Dedi kepada VOI.

Dalam kesempatan yang sama, Dedi Kurnia Syah juga menilai Prabowo Subianto melakukan keberanian luar biasa dengan memilih tema karakter politik ‘gemoy’ saat ini.

Lomba joget gemoy yang diselenggarakan oleh simpatisan Prabowo Subianto, Dedi Mulyadi (istimewa)

Ia tidak menampik ini adalah salah satu cara jitu menggaet pemilih anak muda, karena berdasarkan data KPU 56 persen pemilih pada Pemilu 2024 adalah generasi Z dan milenial.

“Prabowo sejauh ini dilihat sebagai ksatria, militer, wibawa, dan kharismatik, tetapi dalam catatan IPO yang menyukai sikap ksatria tersebut hanya 48 persen, dan sebagiannya sudah menjadi loyalis Prabowo,” kata Dedi.

“Sementara 52 persen pemilih adalah kelompok muda yang mereferensi memilih berdasar kedekatan emosional, Gemoy ini menjadi berhasil meraup simpati anak muda,” imbuhnya.