Kemendagri Bantah Pj Pengganti Kepala Daerah yang Habis Masa Jabatan Punya Kewenangan Terbatas
JAKARTA - Pemerintah ingin menunda Pilkada 2022 dan 2023 menjadi serentak digelar tahun 2024. Otomatis, akan banyak daerah dengan kekosongan jabatan kepala daerah definitif.
Banyak pihak yang mengkhawatirkan pengangkatan Penjabat (Pj) yang menggantikan kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023 memiliki kewenangan yang terbatas.
Namun, hal ini dibantah oleh irektur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik. Akmal bilang, Pj kepala daerah tidak memiliki kewenangan yang terbatas dalam memimpin provinsi maupun kabupaten/kota.
"Beberapa pihak menilai daerah dipimpin Pj tidak efektif dalam tata kelola pemerintahan karena kewenangannya terbatas. Tapi, kami ingin katakan Pj itu kewenangannya full," kata Akmal di Kantor Kemendagri, Rabu, 17 Februari.
Akmal menuturkan kewenangan Pj tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. Pj diangkat ketika kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi menjabat.
"Kalau gubernur dan wakilnya tidak ada, bupati dan wakil bupati tidak ada, atau wali kota dan wakil wali kota tidak ada, maka hadirlah Pj. Ini full kewenangannya," ucap Akmal.
Baca juga:
- Kenapa Ada Wacana RUU Pemilu Jika Akhirnya Ditolak? Kemendagri: No Comment
- PKS Tak Mau DKI 2 Tahun Dipimpin Pejabat Kemendagri Bila Pilkada Digelar 2024
- Istana Bantah Pilkada Digelar 2024 untuk Jegal Anies Baswedan
- Jokowi Dituding Promosikan Anaknya ke Pilkada DKI, Istana: UU Pemilu Disahkan 2016, Mas Gibran Masih Jual Martabak
Akmal bilang, Pj berbeda dengan Penjabat Sementara (Pjs) atau Pelaksana Harian (Plh) yang memiliki kewenangan terbatas.
Pjs diangkat karena kepala daerahnya cuti di luar tanggungan negara. Sementara, Plh adalah pejabat yang menggantikan kepemimpinan ketika kepala daerah sedang bertugas di luar daerahnya.
"Untuk Pj dan Plh memang terbatas kewenangannya. Jadi, tidak bisa disamakan. Saya mohon maaf ada kecenderungan kita menggunakan terminologi yang hampir sama untuk kondisi yang berbeda. jadi, tolong jangan disamakan," jelas dia.
Sebagai informasi, salah satu pihak yang menolak adanya Pj adalah PKS. Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS DKI Jakarta Khoirudin menolak penyelenggaraan Pilkada DKI digelar tahun 2024.
Diketahui, masa jabatan Gubernur DKI Anies Baswedan akan habis pada tahun 2022. Untuk mengisi kekosongan jabatan, Ibu Kota dipimpin oleh Penjabat selama dua tahun sebelum Pilkada 2024.
"PKS, baik di DPR dan DPRD tetap mendorong dan memperjuangkan Pilkada 2022 dilaksanakan, mengingat jeda dari 2022 ke 2024 itu terlalu panjang Plt (Pj) dari Kemendagri," kata Khoirudin.
Menurut Khoirudin, kekosongan jabatan gubernur definitif selama dua tahun itu sama saja hampir separuh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Padahal, DKI membutuhkan pemimpin yang menjalankan pelaksanaan program-program pembangunan di daerah sesuai RPJMD. Sementara, menurut dia Pj tidak dapat membuat kebijakan strategis.
"Jakarta masih menghadapi tantangan-tangan yang besar dalam pembangunan daerahnya, masih ada persoalan-persoalan pembangunan kota dan kesejahteraan masyarakat yang perlu dituntaskan, dan ini membutuhkan kepempinan yang tetap, bukan sementara,” tutur dia.