Bagikan:

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang merevisi aturan mengenai pelaksanaan pilkada dan pemilu dipersoalkan. Opsi masa jabatan kepala daerah yang habis pada tahun 2022 dan 2023 diperpanjang menjadi 2024 pun diusulkan.

DPR, dalam usulan RUU Pemilu yang mereka susun per tanggal 26 November, menginginkan pilkada selanjutnya dinormalisasi tahun 2022 (untuk kelanjutan Pilkada 2017) dan tahun 2023 (untuk kelanjutan Pilkada 2018).

Pemerintah, lewat Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar tetap ingin menjalankan aturan dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada yang telah menetapkan pemilu digelar serentak tahun 2024. 

"Kami berpendapat bahwa UU Pilkada ini mestinya dijalankan dulu. Ada tujuan yang hendak dicapai mengapa Pilkada diserentakkan di tahun 2024. Mari kita menjalankan UU yang ada sesuai dengan amanat UU itu, UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 201 ayat 8, Pilkada serentak kita laksanakan di tahun 2024,” kata Bahtiar, beberapa waktu lalu.

Polemik ini ditanggapi oleh Mantan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Djohermansyah Djohan.

Djohan mengusulkan agar pemerintah pusat memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang akan habis pada tahun 2022 dan 2023 jika pilkada serentak digelar pada tahun 2024.

Kata Djohan, perpanjangan masa jabatan kepala daerah dengan mengangkat mereka sebagai penjabat (Pj) kepala daerah selama satu hingga dua tahun dapat menjadi solusi dari perbedaan kehendak antara pemerintah dan DPR.

"Bisa saja kita memakai format baru namanya perpanjangan masa jabatan. Kita angkat Pj dari kepala daerah yang sekarang menjabat, atau diperpanjang masa jabatan menjadi total 6 sampai 7 tahun sampai 2024. Misalnya, Pak Anies Baswedan, ditambah 2 tahun lagi jabatannya di DKI," kata Djohan dalam diskusi virtual, Kamis, 4 Februari.

Sebenarnya, Djohan menganggap pemerintah memiliki sumber daya yang cukup untuk mengangkat ASN menjadi Pj kepala daerah di 272 daerah pemilihan pada 2022 dan 2023. 

Namun, perpanjangan masa jabatan kepala daerah hingga 2024 menjadi lebih efektif dibanding mengangkat Pj dari ASN pemerintahan. Sebab, mereka telah memiliki jam terbang sebagai pimpinan daerah. Terlebih pandemi COVID-19 belum dapat dikendalikan dan perlu penanganan yang serius.

"Yang paling penting, mereka legitimate. sebab, persoalan Pj ini legitimasinya kurang karena dia diangkat oleh pemimpin," ungkap Guru Besar IPDN tersebut.

Terlebih, muncul kekhawatiran di muka publik bahwa pemerintah akan menempatkan Pj yang dianggap menguntungkan posisinya jelang kontestasi pemilu serentak di tahun 2024.

"Memang ada kecurigaan, kalau Pj diangkat nanti kan 2024 kan pemilu tuh, yang akan di 2022 dan 2023 kan tentu rezim yang berkuasa. Nah, nanti bisa saja dia taruh orang-orang yang diperkirakan akan bantu-bantu, cawe-cawe, dalam kontestasi pemilu," ujarnya.

Diketahui, kepala darerah yang akan habis masa jabatannya pada 2022 di antaranya Gubernur DKI, Aceh, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua Barat, dan sejumlah wali kota/bupati.

Sementara kepala darerah yang akan habis masa jabatannya pada 2023 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, dan sebagainya.