JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asyari mengusulkan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) selanjutnya secara serentak digelar pada tahun 2026.
"Dalam rangka penataan desain keserentakan pemilu, usulan saya pemilu serentak daerah tahun 2026," kata Hasyim kepada wartawan, Jumat, 5 Februari.
Hasyim menyebut, jika pilkada digelar secara serentak di tahun 2026, maka masa jabatan kepala daerah di semua daerah sebaiknya diperpanjang sampai dengan dilantiknya kepala daerah hasil pemilu daerah serentak 2026.
"Desain kerentakan pemilu daerah serentak 2026 sebagai bentuk win win solusion, membuat happy dan nyaman banyak pihak, dengan perpanjangan masa jabatan sampai dengan 2026, serta tidak perlu menyediakan penjabat atau Plt kepala daerah untuk durasi waktu yang panjang," ucap Hasyim.
BACA JUGA:
Selain pilkada serentak, Hasyim juga mengusulkan pemilu legislatif di tingkat daerah seperti DPRD provinsi dan kabupaten/kota juga digelar tahun 2026.
Kata Hasyim, pilkada serentak selama ini belum mampu menata kelembagaan pemerintah daerah serentak. Sebab, masa jabatan kepala daerah masih beragam dan periodisasinya berbeda dengan masa jabatan Anggota DPRD.
Padahal, menurut dia, tujuan pemilu adalah membentuk pemerintahan berupa relasi antara eksekutif dan legislatif. Karena, itu pemilu diselenggarakan serentak antara pemilu untuk memilih pejabat eksekutif dan legislatif.
"Desain pemilu daerah serentak 2026 juga dalam rangka penataan keserentakan masa jabatan 5 tahunan kepala daerah dan anggota DPRD," ucap Hasyim.
Lagipula, menurut Hasyim, biaya penyelenggaraan pemilu alokasi terbesar adalah untuk honor penyelenggara, dengan kisaran 70 persen dari total anggaran.
Desain pemilu nasional serentak 2024 (pemilihan presiden, DPR, dan DPD) dan pemilu daerah serentak 2026 (pemilihan gubernur, wali kota/bupati, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) dapat lebih efisien.
"Selama ini biaya pemilu anggota DPRD prov/kab/kota adalah bersumber APBN, dan pilkada bersumber APBD. Padahal tujuannya adalah membentuk pemerintahan daerah tapi sumber biaya beda. Mestinya ke depan pembiayaan pemilu nasional dan daerah adalah berasal dari satu sumber yaitu APBN.
Selain itu, kata Hasyim, beban kerja penyelenggara pemilu menjadi tidak terlalu berat karena terjadi pembagian beban kerja dengan durasi yang memadai untuk persiapan penyelenggaraan.
Sebagai informasi, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang merevisi aturan mengenai pelaksanaan pilkada dan pemilu dipersoalkan. Opsi masa jabatan kepala daerah yang habis pada tahun 2022 dan 2023 diperpanjang menjadi 2024 pun diusulkan.
DPR, dalam usulan RUU Pemilu yang mereka susun per tanggal 26 November, menginginkan pilkada selanjutnya dinormalisasi tahun 2022 (untuk kelanjutan Pilkada 2017) dan tahun 2023 (untuk kelanjutan Pilkada 2018).
Pemerintah, lewat Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar tetap ingin menjalankan aturan dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada yang telah menetapkan pemilu digelar serentak tahun 2024.