Dipecat Usai Posting Gaji, Bukti Nasib Guru Honorer Masih Terombang-ambing

JAKARTA - Kasus seorang guru honorer yang dipecat usai mengunggah nominal gaji Rp700 ribu di media sosial membuktikan nasib profesinya masih terombang-ambing dari kesejahteraan.

Kasus ini terjadi di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Belakangan, Dinas Pendidikan Bone menjelaskan pemberhentian bukan karena mengunggah gaji di medsos, namun karena adanya guru PNS yang ditempatkan di sekolah tersebut.

Mau bagaimana pun alasannya, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menganggap kasus ini membuktikan bahwa perlindungan profesi terhadap guru honorer sangat lemah.

"Hal ini tampak pada tindakan Kepala Sekolah yang main pecat melalui aplikasi WhatsApp. Dalih itu makin menunjukkan bahwa guru honor sangat rentan dipecat sewaktu-waktu oleh pihak sekolah dan yayasan,” kata Heru saat dihubungi, Selasa, 16 Februari.

Heru mengatakan FSGI telah menganalisis kasus pemecatan Hervina, guru honor di kabupaten Bone yang sudah mengabdi selama 16 tahun dengan gaji yang relative kecil, jauh dari UMR di daerahnya.

Pertama, pemecatan ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pemberhentian guru melalui aplikasi Whatsapp tidak memiliki kekuatan hukum.

Sebab, pasal 30 ayat (1) UU 14/2005 menyatakan alasan pemberhentian guru dengan hormat yang mungkin dapat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan adalah guru mengundurkan diri dan putus kontrak.

"Bahkan ketika alasan pemberhentian karena ada 2 guru PNS yang ditugaskan di SDN 169 Desa Sadar juga perbuatan sewenang-wenang yang melanggar asas umum pemerintahan yang baik, apalagi guru honor tersebut sudah mengajar selama 16 tahun," jelas dia.

Kedua, pejabat Dinas Pendidikan Bone tidak cermat salam pemenmpatan dan pemetaan guru di wilayahnya “Kepala Daerah harus mengevaluasi kebijakan Dinas Pendidikan yang kurang cermat dalam penempatan dan pemertaan guru di wilayahnya," ujarnya.