Kemenkopolhukam Prediksi Pelanggaran ASN soal Netralitas Pemilu 2024 Meningkat, Bawaslu Diminta Awasi Ekstra
JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Heri Wiranto mengatakan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pemilu 2024 patut menjadi perhatian.
"Berdasarkan data pelanggaran netralitas dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) per September 2023 yang lalu, terdapat 122 ASN yang dilaporkan, 65 ASN sudah terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi, serta ada 48 ASN sudah ditindaklanjuti oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi sesuai dengan kadar dari permasalahan yang dihadapi," kata Heri di Jakarta, Selasa 21 November, disitat Antara.
Heri menjelaskan sepanjang periode bulan Agustus hingga Oktober 2023, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah menangani sekitar 11 kasus pelanggaran netralitas yang dilakukan penyelenggara pemilu.
"Artinya, tidak menutup kemungkinan peningkatan pelanggaran netralitas akan terus meningkat. Dalam hal ini, Bawaslu tentu bertindak selaku pengawas pemilu, perlu meningkatkan pengawasan secara ekstra," tuturnya.
Baca juga:
- Firli Dinilai Seret KPK Terkait Dugaan Pemerasan SYL, Novel Baswedan: Padahal Dia yang Bermasalah!
- Bareskrim Surati Pemprov DKI, Rekomendasi Cabut Izin Usaha KLOUD Sky Dining & Lounge
- Ganjar Beri Rapor Merah Penegakan Hukum Era Jokowi, Puan Yakin Berdasarkan Data
- Hampir Seratus Saksi dan Ahli Sudah Diperiksa untuk Temukan Tersangka Pemerasan SYL
Guna mewujudkan kesuksesan tahapan Pemilu 2024, Heri mengatakan perlu sinergi dan koordinasi kuat antarkementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian terkait.
"Hal (sinergi) itu diperlukan agar isu-isu terkini dapat termonitor dan diantisipasi dengan baik. Sehingga, sepanjang masa kampanye, situasi dan kondisi berjalan dengan aman dan damai, serta tidak terjadi perpecahan atau polarisasi di masyarakat," ucapnya.
Kategori pelanggaran netralitas ASN dalam pemilu yang paling banyak dilakukan antara lain kampanye atau sosialisasi melalui media sosial, membuat unggahan, memberikan komentar, membagikan unggahan, menyukai unggahan, serta bergabung dalam grup atau akun pemenangan peserta pemilu.
Kemudian, jenis pelanggaran lain ialah memberikan dukungan kepada calon perseorangan (calon kepala daerah atau calon anggota DPD) dengan memberikan surat dukungan atau mengumpulkan fotokopi KTP, menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, serta ikut dalam kegiatan atau sosialisasi atau pengenalan calon partai politik.