Pantauan Netray Soal Aksi Boikot Produk Israel Menggema di Media Sosial X dan TikTok
JAKARTA – Aksi boikot produk dari perusahaan yang diduga mendukung agresi Israel ke Gaza terus disuarakan oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Warganet ramai-ramai menyerukan gerakan boikot ini melalui media sosial X dan TikTok.
Konflik antara Hamas dan Israel untuk kesekian kalinya pecah sejak 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan Palestina itu menyerang Israel. Eskalasi konflik antara keduanya di wilayah Gaza berubah menjadi tragedi kemanusiaan.
Kecaman dunia terhadap kekejian Israel tak diindahkan. Korban terus berjatuhan, termasuk anak-anak hingga bayi yang baru lahir. Hingga saat ini sudah lebih dari 11.000 korban jiwa akibat serangan Israel di Gaza.
Sebagai bentuk dukungan kepada Palestina, masyarakat di seluruh dunia menggaungkan aksi boikot produk dan merek yang disebut terafiliasi dengan Israel.
Di Tanah Air, gerakan boikot ini bahkan didukung Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina. Dalam fatwa tersebut MUI mengimbau atau merekomendasikan masyarakat Muslim menghindari transaksi dan penggunaan produk pendukung Israel.
Statistik Perbincangan di X dan TikTok
Seruan boikot produk Israel terus diperbincangkan warganet di Tanah Air. Netray Media Monitoring (NMM) memantau topik ini melalui kata kunci boikot&&produk dan boikot&&brand.
Selama periode 7 sampai 14 November 2023, NMM menemukan 56,4 ribu unggahan. Topik yang diunggah oleh lebih dari 20 ribu akun ini bahkan mendapat 340,7 juta impresi dengan potential reach mencapai 150,6 juta akun.
Setelah MUI mengeluarkan fatwa sebagai dukungan kepada Palestina, warga X berbondong-bondong menggaungkan tagar #fatwaharamprodukzionis. Tagar lainnya yang juga ramai digunakan adalah #tolakdanoneaqua, #freepalestinefromisrael, dan #ceasefiregazanow.
Aksi #tolakdanoneaqua ramai diunggah setelah adanya pemberitaan bahwa merek air mineral itu menyumbang Rp1 miliar untuk Palestina. Alih-alih memuji, warganet malah mengkritik tindakan perusahaan itu. Menurut mereka, hal itu dilakukan sebagai “Palestina Washing” agar brand mereka lolos dari gerakan boikot.
Tidak hanya pengguna X, seruan boikot produk Israel juga marak dikontenkan oleh pengguna TikTok.
Dalam periode pemantauan melalui kata kunci yang sama dengan kanal X, Netray menemukan sebanyak 183 unggahan dengan total pemutaran 11,1 juta kali. Konten-konten tersebut menarik perhatian warganet lainnya, terlihat dari total impresi yakni sebanyak 486,9 ribu reaksi dengan rincian 29,1 ribu komentar, 400,8 ribu likes, dan telah dibagikan ulang sebanyak 57 ribu kali.
Meski seruan boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel santer digaungkan dalam beberapa pekan terakhir, bukan berarti tidak ada pihak-pihak yang kontra terhadap ajakan tersebut.
Sejumlah warganet khawatir seruan boikot ini akan berdampak pada gelombang pemutusan hubungan kerja di perusahan-perusahaan yang diboikot, seperti restoran cepat saja yang dikabarkan sepi pengunjung sejak aksi boikot diserukan. Seperti yang diungkapkan salah seorang pengguna akun X ini.
“Sodarau pemegang EO gitu. Bulan ini harusnya ada event salah satu produk unlvr di bbrp kota. Udah perizinan dari sebelum2nya kan. Eh gara2 skrg kata MUI boikot, jadi dibatalkan event yg di bbrp kota tsb. Banyak pegawai yg gajadi kerja deh,” demikian cuitan @bagiduaa di akun X.
Keberhasilan Boikot Apartheid di Afrika Selatan
Jauh sebelum MUI menyerukan boikot, fenomena aksi boikot sebenarnya telah dilakukan di berbagai belahan dunia. Alasannya bervariasi, namun salah satu aksi boikot yang paling fenomenal terjadi di Afrika Selatan.
Ini bermula dari sistem apartheid yang diadopsi sebagai kebijakan resmi pemerintah Afrika Selatan oleh Partai Nasional (NP) yang memenangkan pemilu pada 1948.
Apartheid sendiri adalah sistem undang-undang yang mendukung kebijakan segregasi (pemisahan berdasarkan warna kulit) kepada warga non-kulit putih di Afrika Selatan. Akar politik apartheid bermula pada abad ke-20 Masehi ketika Uni Afrika Selatan dibentuk pada tahun 1910 di bawah kendali Inggris.
Namun seiring berjalannya waktu, sistem apartheid mendapat protes baik di dalam maupun luar negeri. Sampai terciptalah aksi boikot untuk meruntuhkan rezim apartheid.
Boikot dimulai sejak 1973 ketika sejumlah bank asing memperketat kredit dan sejumlah perusahaan menutup aktivitasnya di Afrika Selatan. Lalu pada medio 1980-an menjadi puncak saat negara-negara utama Eropa, Kanada, Jepang, dan Amerika Serikat secara resmi memboikot Afrika Selatan.
Pada 1990 rezim apartheid di Afrika Selatan resmi berakhir dengan Nelson Mandela dan tahan politik lainnya dibebaskan. Mandela menjadi pemimpin kulit hitam pertama di Afrika Selatan pada 1994.
Baca juga:
- Jadilah Ibu Berdaya dan Melek Finansial untuk Membangun Keluarga Sejahtera
- Memaknai Sungkem Kaesang dan Gibran ke Megawati dalam Kacamata Politik
- Asal-usul Istilah Pinjam Seratus, Sampai-sampai Chris Martin Ikut Memakainya di Konser Coldplay
- Nomor Urut Pasangan Capres-Cawapres Pilpres 2024 dan Magis Angka Genap