Kisah Kontroversi di Mahkamah Konstitusi

Pemilu sebagai panggung perebutan kekuasaan dalam dunia modern meninggalkan sisi primitif yang sulit dihilangkan. Kini, panggung politik Indonesia dimeriahkan oleh polemik di Mahkamah Konstitusi (MK), di mana, Anwar Usman yang diberhentikan sebagai Ketua MK, menolak mundur sebagai hakim. Bagaimana keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menganggap hakim melanggar etika, namun hasil putusan tetap sah, meruncing menjadi fokus perbincangan?

Dalam pandangan Prabowo dan Gibran, harapan terletak pada ketidakgoyahan Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru, Suhartoyo, agar tidak goyah oleh intervensi politik. Namun, sejauh mana kekuatan politik dapat menentukan integritas hukum? Pembelaan Anwar Usman yang merasa difitnah menjadi episode baru dalam drama politik. Bagaimana tanggapan terhadap pembelaan ini yang dinilai merendahkan citra dan martabat seorang hakim?

Di sisi lain, dianggap cacat etik, pencalonan Gibran menjadi beban politik, sebagaimana diungkapkan oleh jubir Anies. Bagaimana MKMK menanggapi dinamika politik ini dan apakah etika hanya menjadi alat politik semata? Ketua Umum PKB Cak Imin menyebut keputusan MKMK sebagai tragedi yudikatif, sebuah tragedi yang melibatkan kepemimpinan Ketua MK.

Dalam perspektif Mahfud MD, putusan uji materi syarat capres cawapres bisa berlaku pada 2024. Sementara itu, Wapres Ma'ruf berharap agar tak terjadi kegaduhan baru. Dalam rapat Dewan Pengarah TKN Koalisi Indonesia Maju, isu-isu strategis dibahas, termasuk putusan MKMK. Sementara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri bahkan menyatakan bahwa putusan MKMK adalah bukti adanya manipulasi hukum.

Ketua MK, Suhartoyo, menanggapi kritik dengan lugas, mengatakan bahwa jika kritik seharusnya dibiarkan. Apa alasan di balik keputusannya untuk tetap menjadi Ketua MK di tengah polemik batas usia capres cawapres?

Presiden Jokowi, dengan candaannya, menyebut banyak drama politik jelang pilpres. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyoroti pentingnya akal sehat dalam menghadapi situasi politik yang kompleks ini. 

Menyoal keputusan MKMK, apakah benar-benar dasar hukum atau hanya basa-basi? Anwar Usman bahkan menuding Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie sebagai pelanggar aturan karena gelar sidang MKMK yang dianggap terbuka.

Dalam seri tulisan di VOI diulas skandal putusan MKMK. Namun pertanyaan mengenai apakah putusan ini akan menjadi stimulus hak angket masih menggantung. Menunggu keberanian DPR membuka kotak Pandora MK dan misi penyelamatan marwah Mahkamah Konstitusi menjadi fokus dalam analisis mendalam terhadap kondisi politik dan hukum Indonesia.

Pada akhirnya, permainan politik tepi jurang ala Jokowi menambah dimensi dilema di ranah hukum dan politik Indonesia. Polemik antara etika dan kekuasaan di Mahkamah Konstitusi memberikan gambaran yang kompleks dan membingungkan orang awam, di mana keputusan yang melibatkan hakim yang melanggar etika tetap diakui sebagai sah. Dalam keruwetan ini, Indonesia harus menavigasi dengan bijak antara cita-cita moralitas dan realitas politik.