Soal Putusan MKMK Pengaruhi Elektabilitasnya, Gibran: Bisa Lihat Survei, Saya Kurang Mengikuti
JAKARTA - Wali Kota Solo sekaligus bakal calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka merespons elektabilitasnya dengan calon presiden (capres) Prabowo Subianto terpengaruh dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dia mengatakan terkait dampak elektoral Prabowo-Gibran bisa dilihat dari hasil survei. Meski demikian, putra sulung Presiden Joko Widodo ini mengakui tidak mengikuti hasil survei terkini.
"Kalau elektabilitas nanti bisa dilihat di lembaga survei. Saya kurang mengikuti juga," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Jumat 10 November, disitat Antara.
Menurut dia, keberadaan hasil survei bagi pasangan Prabowo-Gibran sebagai penyemangat. "Kalau tinggi ya bikin kami semangat, kalau rendah ya lebih semangat juga," imbuhnya.
Seperti diketahui, MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal syarat usia capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman jadi kepala daerah yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
Hal ini pun terus menjadi perdebatan publik dan dinilai adanya konflik kepentingan. Sejumlah pihak kemudian melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam perjalanan putusan perkara batas usia capres-cawapres.
Baca juga:
- Tanggapi Putusan MKMK Copot Anwar Usman dari Ketua MK, Gibran: Kami Menghormati
- Heru Budi: Jakarta Tidak Bisa Terhindar dari Banjir karena Penurunan Muka Tanah
- Fraksi PDIP DPR Usul Bentuk Panja Netralitas TNI Pemilu 2024, Legislator Golkar: Belum Jadi Agenda
- Bela Palestina Tolak Israel, PDIP Ungkap Elektoral Ganjar Sempat Turun 7 Persen
MK kemudian meresponsnya dengan membentuk Majelis Kehormatan Makamah Konsitusi (MKMK). Berdasarkan sidang etik, terkait putusan batas usia capres-cawapres, MKMK memvonis memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK lantaran terbukti melanggar etik berat.
Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Jimly di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November.