Ada Peluang Putusan MK yang Muluskan Gibran Cawapres Kembali Diubah, Tapi untuk Pemilu 2029

JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyebut putusan MK yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai capres-cawapres kembali diubah.

Mengingat, saat ini muncul permohonan uji materi baru terhadap Undang-Undang Pemilu mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan mahasiswa Unusia bernama Brahma Aryana dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023.

Dalam perkara tersebut, pemohon meminta agar MK mengoreksi putusan MK pomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini memuluskan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

"Ada kok, peluang untuk terjadinya perubahan, tapi bukan oleh MKMK. Melainkan oleh MK sendiri. Supaya orang tidak menganggap MKMK itu mahkamah konstitusinya MK, jadi di atas MK. Nah, itu tidak benar juga," kata Jimly di Gedung MK, Selasa, 7 November.

Hanya saja, Jimly menegaskan potensi dikembalikannya aturan batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu tak mungkin bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.

Sebab, saat ini, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Bahkan, KPU menjadwalkan pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti pada 26 Oktober hingga 8 November 2023. Lalu, paslon sudah ditetapkan pada 13 November 2023.

Jika permohonan tersebut diterima, maka ketentuan baru yang mengoreksi putusan MK, menurut Jimly, baru bisa diterapkan pada Pemilu 2029.

"Tentu saja, permainan sudah jalan. Aturan main kalau misalnya diubah melalui putusan MK, berlaku untuk pertandiangan berikutnya 2029. Kalau yang sekarang ini sudah jalan pertandingannya," urai Jimly.

Lebih lanjut, Jimly mengaku pihaknya tak bisa mengubah kembali atau mengoreksi putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres. Meskipun, semua hakim konstitusi menerima sanksi.

Dengan demikian, putusan MK yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai capres-cawapres masih berlaku.

"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," tutur Jimly.