Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Mahasiswa UNS Almas Tsaqibbirru terkait batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun atau pernah jadi kepala daerah.

Hal ini memungkinkan kakak kandung Kaesang yang sekaligus Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dapat maju menjadi cawapres di Pilpres 2024.

Namun, Kaesang mengaku belum mengetahui soal putusan MK terkait syarat kepala daerah tersebut.

"Oh yang itu belum tahu saya, kalau saya tadi tahunya yang udah ditolak, tadi kan umur 35, yang ini belum tahu saya," kata Kaesang usai bertemu relawan Jokowi Timur Indonesia Bersatu (TIB) di Jakarta Pusat, Senin 16 Oktober, disitat Antara.

Mendengar putusan terbaru dari MK, Kaesang mengaku tidak ada dampak bagi dirinya terkait peluang bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

"Ya sudah, ya sudah. Nggak ngefek juga dengan saya itu," ujar Kaesang.

Lebih lanjut, Kaesang juga tidak mau berkomentar saat ditanya tentang putusan MK yang dinilai dapat menciptakan dinasti politik Joko Widodo bila Gibran diusung sebagai bakala cawapres.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin 16 Oktober.

Mahkamah mengabulkan sebagian perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’," ucap Anwar.