Wakil Presiden Taiwan Kritik China atas Penyelidikan Terhadap Foxconn

JAKARTA - Wakil Presiden Taiwan, Lai Ching-te, pada  Selasa 24 Oktober mengkritik China terkait penyelidikan terhadap pemasok utama Apple, Foxconn. Mereka  menyatakan bahwa Beijing seharusnya "menghargai" perusahaan-perusahaan Taiwan dan tidak memberikan tekanan pada mereka selama pemilihan umum.

Foxconn sedang menghadapi penyelidikan pajak di China, seperti yang diungkapkan dua sumber terdekat dengan perusahaan tersebut pada  Senin, 23 Oktober. Sumber tersebut  mengonfirmasi laporan dalam Global Times yang didukung oleh pemerintah China.

Sumber-sumber tersebut meyakini bahwa pengungkapan penyelidikan tersebut terkait alasan politik terkait pemilihan Taiwan pada bulan Januari, di mana pendiri perusahaan, Terry Gou, mencalonkan diri sebagai kandidat independen untuk presiden.

Global Times dalam laporan berbahasa Inggris yang diterbitkan pada  Minggu 22 Oktober menyebutkan bahwa dengan mencalonkan diri, Gou mungkin akan memecah suara oposisi, yang berpotensi memastikan kemenangan bagi Lai yang sudah memimpin dalam jajak pendapat.

Selama ini China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, dan Beijing sangat tidak menyukai Lai yang dianggap sebagai  orang yang ingin memisahkan diri . Lai menyatakan bahwa hanya rakyat Taiwan yang dapat menentukan masa depan mereka, dan Beijing telah menolak tawarannya untuk berbicara.

Partai oposisi utama Taiwan, Kuomintang, sangat menolak dianggap pro-Beijing, tetapi telah mengatakan bahwa akan memulai kembali pembicaraan dengan China jika menang dan bahwa mereka menentang kemerdekaan formal untuk Taiwan.

Dalam konferensi pers di Taipei, Lai mengatakan bahwa China seharusnya "menghargai" perusahaan-perusahaan Taiwan yang telah membantu dalam perkembangan ekonomi negara tersebut. "Selama pemilihan, China tidak perlu memberikan tekanan pada perusahaan-perusahaan Taiwan, meminta mereka menyatakan posisi, atau bahkan secara langsung mendukung kandidat yang mereka inginkan," katanya, seperti VOI dikutip dari Reuters.

Lai menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan Taiwan akan kehilangan kepercayaan mereka terhadap China dan jika merasa takut, mereka akan memindahkan produksi mereka ke tempat lain, yang akan menjadi kerugian besar bagi China.

Foxconn telah berupaya untuk mendiversifikasi basis manufakturnya di luar China, seperti di India, yang menurut salah satu sumber mungkin telah memberikan tekanan pada perusahaan tersebut.

Gou belum memberikan komentar terkait penyelidikan tersebut, dan tim kampanye-nya mengarahkan pertanyaan kepada Foxconn dan mengingatkan bahwa ia tidak lagi terlibat dalam pengelolaan harian perusahaan, meskipun ia tetap menjadi pemegang saham besar.

Gou membatalkan tanpa penjelasan sebuah acara kampanye yang awalnya dijadwalkan pada Senin laku, dan tidak memiliki acara yang direncanakan untuk hari Selasa, menurut tim medianya.

Foxconn mengatakan dalam pernyataan pada hari Minggu bahwa kepatuhan hukum adalah "prinsip dasar" dari operasinya, dan akan "aktif berkerja sama dengan unit-unit terkait dalam pekerjaan dan operasi terkait."

Saham Foxconn melanjutkan penurunannya pada hari Selasa, dengan penurunan 2,2% dibandingkan dengan kenaikan 0,4% di pasar lebih luas.

Tuduhan Interferensi

Taiwan sering menuduh China berupaya untuk memberikan tekanan, baik secara militer maupun ekonomi, untuk mempengaruhi hasil pemilihan demi kepentingan China. Pemerintah negeri tirai bambu itu belum mengomentari penyelidikan terhadap Foxconn.

Seorang sumber keamanan senior Taiwan, yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan bahwa penilaian pemerintah adalah bahwa para pemimpin senior China tidak senang dengan laporan Global Times ini.

Hal ini karena penyelidikan tersebut telah cepat direspon oleh Partai Progresif Demokrat yang berkuasa, yang ketua partainya adalah Lai, untuk menuduh China berupaya mengganggu pemilihan untuk mendapatkan lebih banyak dukungan dari pemilih, tambah sumber tersebut.

Otoritas di China hingga kini belum mengonfirmasi penyelidikan tersebut, yang belum mendapatkan liputan lebih lanjut dalam media di dalam negeri.

Dalam sebuah acara terpisah, Mantan Walikota Taipei, Ko Wen-je, yang mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Rakyat Taiwan dan menduduki peringkat kedua dalam banyak jajak pendapat, mengatakan bahwa China "yang mengklaim menjadi kekuatan dunia" seharusnya menjelaskan penyelidikan ini.

"Masalah terbesar dalam hal ini adalah bahwa pemerintah Taiwan tidak memiliki cara untuk berkomunikasi dengan daratan China atas nama perusahaan-perusahaan Taiwan," kata Ko.

China telah memutuskan mekanisme perbincangan rutin antar pemerintah dengan Taiwan setelah Presiden Tsai Ing-wen dilantik pada tahun 2016.