Kepala BPHN Tanggapi Kasus 85 Kades di Sukabumi Selewengkan Dana Bantuan Hukum
JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Widodo Ekatjahjana menanggapi adanya dugaan 85 kades melakukan penyelewengan dana bantuan hukum.
"Mekanisme penyaluran dana bantuan hukum harus memenuhi ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Aturan Pelaksanaannya. Mekanisme penyaluran dananya dilakukan dengan cara "reimbursement", bukan ditransfer terlebih dahulu," kata Widodo dalam keterangan tertulis, Minggu, 15 Oktober.
Widodo menekankan bahwa Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 telah menjelaskan bahwa bantuan hukum ditujukan pada kelompok marginal dan rentan, salah satunya meliputi kelompok masyarakat miskin.
Kemudian, mekanisme penyaluran dananya dilakukan dengan cara "reimbursement" setelah rangkaian penyelesaian perkara, baik litigasi maupun nonlitigasi selesai dilakukan pemberi bantuan hukum (PBH).
Baca juga:
- Lempar Bayi ke Dalam Ember Besar, Ibu di Pesanggrahan Hanya Tertawa-tawa Sambil Rekam Video
- Kebakaran Rumah Warga di Pedati, Sembilan Unit Mobil Damkar Diterjunkan ke Lokasi
- Pihak SMPN 132 Cengkareng Berlakukan PJJ 1 Hari Pascaperistiwa Murid Jatuh dari Lantai 4
- Tiga Pemotor Tewas Usai Terseret 100 Meter di Kemayoran Akibat Ditabrak Innova Putih, Pengemudi Mobil Sempat Kabur
"Sukabumi telah memiliki lima PBH yang terverifikasi dan terakreditasi oleh BPHN Kemenkumham. Para kepala desa dapat melakukan kerja sama dalam hal pemberian bantuan hukum di wilayahnya dengan lima PBH tersebut," jelasnya.
"Apabila terdapat penyimpangan program bantuan hukum oleh oknum 'lawyer' dan 'law firm'-nya yang merusak citra program bantuan hukum pemerintah melalui BPHN, maka BPHN menjatuhkan sanksi 'black list' untuk menghapus hak mengajukan verifikasi akreditasinya di BPHN selama 10 tahun," tegas Widodo.
Widodo menambahkan tidak hanya mengambil langkah tegas dalam penerapan sanksi 'black list' kepada 'lawyer' dan 'law firm'-nya tersebut, tetapi memberikan sanksi 'black list' atau pencabutan status Desa/Kelurahan Sadar Hukumnya terhadap desa-desa tersebut.