Anggota DPR RI Fraksi PKB Dicecar KPK Terkait Dugaan Pesanan Pengaturan Proyek di Kemnaker
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya pesanan pengaturan berbagai proyek di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker). Informasi ini didapat setelah penyidik mencecar anggota DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Luqman diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kemnaker. Ia diduga mengetahui pesanan itu.
“Dikonfirmasi juga mengenai dugaan adanya pesanan pengaturan untuk berbagai proyek pengadaan oleh beberapa pejabat di Kemenaker,” kata Ali kepada wartawan yang dikutip Sabtu, 30 September.
Ali bilang Luqman diduga mengetahui praktik itu karena dia pernah menduduki posisi staf khusus di Kemenaker saat dugaan korupsi ini terjadi pada 2012.
Selain itu, penyidik juga menelisik proses perencanaan hingga lelang pengadaan sistem. Ali bilang keterangan ini diminta dari Rinto Sugita dan Irwan Arifiyanto yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Kemnaker.
“Kedua saksi hadir dan didalami kembali kaitan perencanaan sampai dengan tahap lelang untuk pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker RI,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan sistem ini. Meski belum disebut, informasi beredar menyebut ketiganya adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker I Nyoman Darmanta, eks Dirjen Kemnaker yang kini jadi Ketua DPW PKB Bali Reyna Usman, dan seorang swasta.
Baca juga:
- Empat Anggota KKB Tewas saat Baku Tembak Sabtu Dini Hari di Pegunungan Bintang
- Hasto Soal Cawapres Ganjar Diumumkan Saat Rakernas IV PDIP: Kita Lihat Cuaca
- Syuting di Jakarta, Video Musik Idola Jepang Cho Tokimeki Sendenbu Tampilan Kota Tua dan PIK
- Jeon Yeo Been Tertantang Jadi Akuntan Ribet di Film Cobweb
Dalam mengusut kasus ini, ada sejumlah saksi yang sudah diperiksa. Salah satunya adalah eks Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang menjabat periode 2009-2014 pada Kamis, 7 September.
Adapun nilai proyek pengadaan sistem informasi yang diduga menjadi bancakan para pelaku mencapai sekitar Rp20 miliar. Wakil Ketua Alexander Marwata menyebut sistem ini diduga dikorupsi hingga akhirnya tak bisa digunakan untuk mengawasi TKI.
“Yang bisa komputer saja untuk mengetik dan lain sebagainya. Tapi, sistemnya sendiri enggak berjalan,” tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 24 Agustus.