Temui Presiden Biden, PM Netanyahu Pede Wujudkan Perdamaian Israel-Arab Saudi

JAKARTA - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu percaya, perdamaian Israel-Arab Saudi bisa diwujudkan lewat kerja samanya dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, mengakhiri konflik Arab-Israel.

Alih-alih bertemu di Gedung Putih, kedua pemimpin bertemu di salah satu hotel di New York, di sela-sela gelaran tahunan Majelis Umum PBB.

"Saya telah melakukan percakapan yang jujur dan konstruktif dengan Perdana Menteri Israel Netanyahu," tulis Presiden Biden di Twitter, seperti dikutip 21 September.

"Kami membahas beberapa masalah, mulai dari kemajuan yang telah kami capai dalam upaya integrasi hingga kelangsungan solusi dua negara, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan melawan Iran," sambungnya.

Salah satu pembahasan yang menjadi sorotan dalam pertemuan kali ini adalah, upaya mewujudkan perdamaian antara Israel dengan Arab Saudi.

"Kami memiliki visi yang sama, perdamaian bersejarah antara Israel dan Arab Saudi, sebuah langkah untuk mengakhiri konflik Arab-Israel, dan membina keharmonisan antara dunia Islam dan negara Yahudi," tulis PM Netanyahu di Twitter.

Presiden Biden dan PM Netanyahu menghabiskan beberapa waktu untuk bertemu empat mata tanpa penasihat, sebut seorang pejabat senior pemerintahan Presiden Biden.

"Saya pikir di bawah kepemimpinan Anda, Presiden, kita dapat mewujudkan perdamaian bersejarah antara Israel dan Arab Saudi," ujar PM Netanyahu, seperti melansir Reuters 21 September.

PM Netanyahu mengatakan, mereka bisa bekerja sama untuk membuat sejarah.

"Bersama-sama," ulang Presiden Biden, menandakan komitmennya terhadap upaya normalisasi, yang menurutnya tidak terpikirkan bertahun-tahun yang lalu.

Sementara itu, seorang pejabat senior pemerintahan Presiden Biden mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan tersebut, terdapat pemahaman bahwa beberapa konsesi kepada Palestina harus menjadi bagian dari kesepakatan apa pun, tetapi tidak mengatakan apa konsesi tersebut.

Pejabat itu mengatakan, kesepakatan normalisasi masih jauh dan semua pemimpin yang terlibat harus melakukan "beberapa hal yang sangat sulit" untuk mencapai kesepakatan.

"Ada beberapa cara untuk melakukan perjalanan sebelum kita sampai di sana," pejabat itu.

Terpisah, pengamat Timur Tengah di Washington Institute for Near East Policy David Makovsky mencatat dalam sebuah unggahan di X, pertemuan itu terjadi "265 hari setelah Netanyahu menjabat, kesenjangan terpanjang sejak 1964."

"Potensi besar kesepakatan Saudi telah membuat Biden dan Netanyahu tidak punya pilihan selain bertemu meskipun ada perbedaan," tulisnya.