Kemenkop UKM Harap Konsep Kredit Skoring Fintech Jadi Solusi Alternatif Pembiayaan UMKM

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) berharap skema kredit skoring yang digunakan oleh fintech dapat menjadi solusi alternatif pembiayaan bagi UMKM yang selama ini kesulitan mengakses pinjaman ke perbankan.

"Kuncinya adalah akses pembiayaan. Saya kira hal ini harus di-addressed. Termasuk, mengkaji penerapan kredit skoring lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah diterapkan di 145 negara," kata Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat, 15 September.

Menteri Teten menyebut, dalam survei yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, sekitar 69,02 persen UMKM mengalami kesulitan permodalan saat pandemi COVID-19. Data tersebut menunjukkan bahwa bantuan permodalan bagi UMKM menjadi hal yang penting dan dibutuhkan.

Namun, perbankan kerap sulit memberikan pendanaan kepada UMKM karena pelaku UMKM tidak mempunyai agunan yang cukup sebagai penjaminan pinjaman.

Sedangkan, fintech hadir memberikan solusi pembiayaan ke UMKM tanpa menerapkan agunan karena menggunakan teknologi sehingga mampu mengetahui persis kriteria calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan.

"Di fintech, plafon pinjaman sebesar Rp2 miliar sudah diberikan tanpa memakai agunan. Bahkan, UMKM yang terhubung dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang (LKPP) bisa meminjam pinjaman hingga Rp10 miliar. Hal ini merupakan terobosan yang baik bagi UMKM dalam mengakses pembiayaan," ujar Teten.

Meski begitu, Teten memberikan catatan terkait bunga yang masih tinggi di fintech. Sebab, bunga yang tinggi juga menjadi persoalan tersendiri dalam mempermudah UMKM mengakses pembiayaan.

Tercatat, saat ini bunga di fintech berkisar antara 12-18 persen per tahun.

"Kesehatan UMKM yang terpenting bisa membayar kembali pinjaman, maka diharapkan bunga lebih berani untuk diturunkan. Saya optimistis, penurunan bunga di fintech bisa terjadi dan menjadi pertimbangan bagi perbankan juga untuk berani memberikan pinjaman ke UMKM tanpa agunan," ucap dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, anggota fintech yang berada di bawah naungan AFPI terus berupaya untuk mengoptimalkan pinjaman ke UMKM. Saat ini, sebanyak 40 persen pembiayaan masuk dalam sektor produktif.

Tercatat, pada periode Januari-Juli 2023, penyaluran pembiayaan mencapai Rp58 triliun dan pembiayaan di sektor produktif sebesar Rp22 triliun.

"Pembiayaan sebesar 40 persen ke sektor produktif di Indonesia tergolong sangat besar jika dibandingkan dengan China. Di ASEAN, porsi ini cukup diapresiasi. China justru lebih besar strukturnya ke pembiayaan sektor konsumtif. Kami ingin fintech di Indonesia menjadi contoh bagi ASEAN," tuturnya.

Sunu menekankan, dalam mengoptimalkan pembiayaan kepada UMKM, dibutuhkan dua hal yang menjadi faktor penting, yaitu literasi digital dan literasi keuangan yang tak bisa dipisahkan. UMKM jika tidak bisa mengadopsi digital akan tertinggal.

"Karena digital akan menjadi track record dari cashflow. Misalnya, UMKM di daerah remote, selama terhubung dengan digital, fintech pasti akan berani memberikan pinjaman. Digitalisasi mengonfirmasi kegiatan usaha secara digital," imbuhnya.