Empat Tantangan Pengembangan Keuangan Syariah di Indonesia

JAKARTA - Perkembangan keuangan syariah menunjukkan tren positif pada masa pandemi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut per Desember 2020 total aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp. 1.802,8 triliun.

Meski demikian, market share yang disumbang oleh sektor ini masih cukup sedikit, yakni hanya 9,9 persen dibandingkan dengan produk keuangan konvensional.

Guna memperbesar penetrasi tersebut, otoritas lantas mengidentifikasi beberapa tantangan dalam mengembangkan ekonomi keuangan syariah. Pertama, masih rendahnya pemahaman masyarakat atas produk keuangan syariah.

Hal ini ini bisa dilihat dari tingkat inklusi keuangan syariah yang masih berada pada level 9,10 persen. Angka tersebut berbanding jauh dengan inklusi keuangan konvensional sebesar 76,19 persen.

Indikator lain ditunjukan oleh tingkat literasi keuangan syariah sebesar 8,93 persen dibandingkan konvensional yang mencapai 38,03 persen.

Lalu, tantangan kedua yang harus dipecahkan adalah bagaimana meningkatkan jumlah masyarakat yang mampu terjun dalam industri ini. Pasalnya, otoritas menilai sumber daya manusia dan kapasitas industri keuangan syariah masih sangat kurang.

SDM Syariah yang berkualitas dengan kapasitas yang tinggi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing keuangan syariah terutama dalam mengakselerasi digitalisasi produk dan layanan di masa pandemi.

Ketiga, competitiveness produk dan layanan keuangan Syariah yang belum setara dibandingkan konvensional. Alhasil, model bisnis dan variasi produk syariah yang relatif masih terbatas.

Serta yang terakhir adalah sektor keuangan syariah belum sepenuhnya terintegrasi dalam ekosistem industri halal. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap peningkatan market share keuangan syariah yang terbatas, dimana pada Desember 2020 masih sebesar 9,9 persen.

Guna mengatasi gap tersebut, pemerintah telah menyiapkan langkah dengan  memperkuat dukungan infrastruktur dan pembiayaan dari hulu ke hilir melalui akses pembiayaan terutama ke UMKM.

Selanjutnya mendorong pembangunan kawasan industri halal melalui penyediaan layanan keuangan bagi pengembangan pariwisata halal, energi terbarukan, makanan dan minuman, serta farmasi dan kosmetik halal.