Ada Stigma Negatif ke Penyintas COVID-19, Satgas Diminta Perbaiki Komunikasi

JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta agar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 memperbaiki pola komunikasi mereka menjadi lebih informatif terutama mengenai penyintas COVID-19. 

Menurutnya, hal ini perlu dilakukan agar tak ada lagi stigma negatif bagi pasien COVID-19 yang sudah dinyatakan negatif di tengah masyarakat. Sebab, hal semacam ini masih terjadi meski pandemi COVID-19 sudah memasuki bulan ke-11.

"Saya kira ini harus diperbaiki mekanisme komunikasinya karena supaya jelas," kata Dicky saat dihubungi VOI, Kamis, 4 Februari.

Meski begitu, dirinya tetap meminta para penyintas COVID-19 yang baru saja dinyatakan negatif tidak langsung menjalankan aktivitas mereka, meski telah rampung menjalankan isolasi mandiri selama 14 hari sesuai rujukan World Health Organization (WHO). Sebab, pada kasus tertentu utamanya pasien yang bergejala berat tak kunjung dinyatakan negatif meski telah melakukan isolasi mandiri selama 20 hari.

Lebih lanjut, dia juga memahami saat ini sudah ada anjuran WHO yang menyatakan pasien COVID-19 yang telah melakukan isolasi mandiri selama 14 hari tak perlu melakukan pengetesan kembali. Namun, dia menyarankan, masyarakat di Indonesia yang baru rampung menjalankan isolasi mandiri tak langsung beraktifitas di luar rumah.

Mencontoh China, kata Dicky, penyintas COVID-19 sebaiknya menambah waktu isolasi mandiri di kediaman mereka masing-masing selama 14 hari. Hal ini dianggapnya untuk lebih memastikan kesehatan penyintas dan mencegah terjadinya penularan lanjutan.

"Saya sarankan ya (setelah, red) isolasi dua minggu, kemudian dia tetap di rumah dua minggu," tegasnya.

Dia menilai langkah ini menjadi penting mengingat saat ini masih belum ada penelitian atau literatur ilmiah mengenai kepastian penularan virus setelah 14 hari isolasi mandiri. 

"Lebih baik disampaikan kalau memang tidak memungkinkan tes ditambah saja stay at home sambil work from home (WFH) dua minggu lagi," ujarnya.

"Jadi kalau misalnya dia mendapat perawatan di isolasi terpusat, kemudian diperbolehkan pulang ya dia harus menambah dua minggu di rumah tapi ya memang ini butuh diedukasi juga," pungkasnya.