Bagikan:

JAKARTA - Seorang penyintas kasus virus corona atau COVID-19 bercerita, tekanan psikis membuat kesehatannya menurun dan drop hingga akhirnya dia membutuhkan pelayanan psikologi dari ahlinya agar bisa pulih dari penyakitnya.

Sita Tyasutami, penyintas kasus 01 COVID-19 di Indonesia mengatakan, mendapatkan tekanan batin setelah dirinya dikabarkan terjangkit virus ini, apalagi setelah informasi ini disampaikan pemerintah sebagai kasus pertama COVID-19.

"Saat itu kami sekeluarga merasakan tekanan karena ada rasa syok dan takut serta ada tekanan dari media dan rakyat," kata Sita dalam konferensi pers peluncuran layanan psikologi untuk sehat jiwa yang ditayangkan di akun YouTube Kantor Staf Presiden, Rabu, 29 April.

Segala informasi hoaks dan fakta yang diputarbalikan tentangnya membuat dia mendapat tekanan batin. Sehingga, kesehatannya menurun dan imunitas tubuhnya melemah.

"Saat semua foto dan identitas saya terkuak akhirnya fisik saya drop lagi dan imun saya melemah. Semua gejala yang yang hilang akhirnya kembali lagi," ujarnya.

Kabar hoaks hingga sentimen negatif masyarakat terus berlanjut ketika dirinya keluar dari rumah sakit. Sita sempat mengalami mental breakdown karena tekanan ini. 

Akhirnya, seorang kawannya menganjurkan dia untuk berkomunikasi dengan seorang psikolog dan Sita bercerita soal pengalamannya hingga akhirnya dia mendapatkan ketenangan. 

"Selama sehari penuh saya menceritakan pengalaman saya dan akhirnya saya bisa tenang. Awalnya saya tensi naik dan tidak bisa nafas padahal sudah keluar rumah sakit," ungkapnya.

Berkaca dari pengalamannya, Sita kemudian mengamini jika di tengah pandemi COVID-19 seperti sekarang ini pasien dan masyarakat umum memerlukan layanan psikologis. Sebab, seluruh stigma negatif yang dia terima saat menjadi pasien positif COVID-19 bisa saja terjadi karena adanya kepanikan di tengah masyarakat.

"Masyarakat yang bukan positif pun, yang bukan pasien juga butuh layanan psikologi sama halnya dengan pasien," tegas dia.

Sita hanyalah satu dari ribuan pasien COVID-19 yang mungkin mendapat stigma. Banyaknya pasien COVID-19 yang tertekan membuat pemerintah meluncurkan layanan psikologi Sejiwa.

Kepala Staf Presiden Moeldoko megatakan, layanan Sejiwa adalah inisiatif pemerintah yang diusulkan ketika rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo dan telah disetujui. 

Dia menjelaskan, layanan ini dibuat oleh pemerintah karena Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo pernah menyampaikan, saat ini, masalah psikologis cukup tinggi di tengah masyarakat.

"Laporan Ketua Gugus Tugas Perepatan Penanganan COVID-19 menyampaikan bahwa persoalan COVID itu 20 persen adalah persoalan kesehatan dan 80 persen adalah persoalan psikologi," ungkap Moeldoko.

Pemerintah menilai hal ini berbahaya karena jika masyarakat tak bisa menjaga psikologis mereka maka akan terjadi penurunan daya tahan tubuh dan memudahkan COVID-19 menjangkiti tubuh dan membuat kesehatan melemah.

"Layanan ini diberikan sebagai bentuk nyata bahwa negara hadir untuk menjaga warganya. Salah satunya menjaga kesehatan jiwa melalui layanan konseling dan edukasi kepada masyarakat terdampak. Maka pada hari ini kita akan luncurkan layanan psikologi sehat jiwa yang kami beri nama Sejiwa," katanya.

Layanan Sejiwa, menurut Moeldoko akan memberikan konseling dan edukasi kepada masyarakat yang terdampak COVID-19. Layanan ini bisa diakses oleh masyarakat melalui hotline 119 ext. 9.

Berkaitan dengan data masyarakat yang mengakses layanan ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan, pihaknya tentu akan melakukan perlindungan data pribadi seeperti yang diatur oleh undang-undang.

Menurut Johnny, data yang ada dipastikan akan digunakan untuk keperluan mencegah virus ini makin berkembang dan akan dihapus ketika pandemi ini berakhir. "Data saat ini harus dipastikan untuk keperluan tertentu dan dia harus berakhir pada saat berakhirnya keadaan darurat COVID-19," kata Johnny.

"Karena terkait dengan data kita perlu perhatikan dan menjaga agar data tidak disalahgunakan," tutupnya.