Menlu Lavrov Sebut Rusia akan Memblokir Deklarasi KTT G20 Jika Pandangannya Diabaikan
JAKARTA - Rusia akan memblokir deklarasi akhir KTT G20 bulan ini di India, kecuali deklarasi tersebut mencerminkan posisi Moskow terhadap Ukraina dan krisis lainnya, sehingga para peserta mengeluarkan komunike yang tidak mengikat atau parsial, kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov Hari Jumat.
"Tidak akan ada deklarasi umum atas nama seluruh anggota jika posisi kami tidak tercermin," ujar Menlu Lavrov di hadapan mahasiswa Institut Hubungan Internasional Negeri Moskow, melansir Reuters 1 September.
Seiring dengan tidak hadirnya Presiden Vladimir Putin, Menlu Lavrov ditunjuk untuk memimpin delegasi Rusia dalam pertemuan Kelompok 20 negara industri dan berkembang terkemuka di New Delhi pada 9-10 September.
Presiden Putin diketahui tidak bepergian ke luar negeri, sejak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya pada Bulan Maret, atas dugaan kejahatan perang di Ukraina.
Lebih jauh Menlu Lavrov mengatakan, negara-negara Barat telah mengangkat isu mengenai Ukraina dalam pertemuan-pertemuan pendahuluan sebelum KTT, dengan Rusia menjawab "masalah ini sudah selesai bagi kami".
Dia menuduh negara-negara Barat melemahkan lembaga-lembaga internasional dengan memaksakan agendanya sendiri, menyebut jika konsensus tidak dapat dicapai pada pertemuan G20, maka sebuah komunike tidak mengikat dapat dikeluarkan oleh presiden G20.
"Pilihan lainnya adalah mengadopsi dokumen yang berfokus pada keputusan spesifik di bidang kompetensi G20, dan membiarkan semua pihak mengambil keputusan atas nama mereka sendiri," kata Lavrov.
Diketahui, Kremlin menyebut perang Ukraina, yang dimulai ketika Rusia melakukan invasi pada Februari 2022, sebagai pertempuran eksistensial melawan negara Barat yang arogan, yang menurut Presiden Putin ingin membongkar Rusia dan mengambil kendali atas sumber daya alamnya yang sangat besar.
Baca juga:
- Raja Thailand Ringankan Hukuman Mantan PM Thaksin Jadi Satu Tahun Penjara, Pengacara: Ini Rahmat Yang Mulia
- AS Dakwa Pria yang Dituduh Menyelundupkan Mikroelektronika ke Perusahaan Penyedia Senjata untuk Militer Rusia
- Presiden Yoon Ajak Stafnya Makan Seafood di Tengah Kontroversi Pelepasan Air Limbah PLTN Fukushima
- ASEAN dan RRC Sepakat Percepat Proses Negosiasi Kode Etik di Laut China Selatan
Negara-negara Barat menyangkal niat tersebut, tetapi mengatakan mereka ingin Ukraina mengalahkan Rusia di medan perang dan telah menerapkan beberapa putaran sanksi ekonomi, sebagai tanggapan terhadap invasi yang oleh Rusia disebut sebagai "operasi militer khusus".
Sementara negara-negara besar lainnya seperti Tiongkok, India dan Brazil telah menyerukan perdamaian, tetapi juga memiliki hak untuk menentukan hubungan mereka sendiri dengan Moskow.