Ajukan Diri jadi Justice Collaborator di Kasus Korupsi Perusda Sumbawa Barat, EK Siap Buka-bukaan Pejabat yang Terlibat
MATARAM - Tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana penyertaan modal pemerintah untuk Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, yang berasal dari pihak ketiga berinisial EK mengajukan diri sebagai kolaborator keadilan atau justice collaborator (JC) kepada penyidik kejaksaan.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Sumbawa Barat Lalu Irwan Suyadi mengatakan, pengajuan tersangka EK sebagai JC dalam perkara yang kini berjalan di tahap penyidikan.
"Iya, surat pengajuan tersangka EK sebagai JC sudah kami terima dan sekarang kami masih dalam proses telaah lebih lanjut," kata Irwan saat dihubungi dari Taliwang, Antara, Kamis, 31 Agustus.
Kuasa hukum tersangka EK, Lalu Anton Hariawan mengatakan, pengajuan sebagai JC merupakan kemauan diri tersangka untuk membantu proses penyidikan dengan mengungkap adanya aliran uang ke sejumlah pejabat daerah.
"Jadi klien kami ini punya bukti transfer ke beberapa oknum pejabat mulai dari tahun 2018 sampai dengan 2020. Untuk yang tahun 2016, 2017, dan 2021 (bukti transfer) masih kami lakukan pendataan. Makanya klien kami mengajukan diri sebagai JC," kata Anton.
Terkait nominal transfer dan siapa saja pejabat yang turut menikmati uang pengelolaan dana Perusda Sumbawa Barat, dia menegaskan, kliennya akan mengungkapkan hal tersebut kepada penyidik.
"Intinya nominal transfernya itu cukup fantastis, ada yang kisaran ratusan juta. Siapa saja pejabat yang terima? Itu semua nanti kami sampaikan kepada penyidik dan kami buka juga di dalam persidangan," ujar dia.
Tersangka EK dalam kasus ini merupakan direktur perusahaan swasta yang berperan sebagai pihak rekanan Perusda Sumbawa Barat. EK ditetapkan sebagai tersangka bersama SA, Direktur Perusda Sumbawa Barat.
Salah satu alat bukti yang menyatakan EK bersama SA sebagai tersangka berkaitan dengan telah ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum dan munculnya potensi kerugian negara Rp2,1 miliar dalam pengelolaan dana penyertaan modal pemerintah periode 2016 sampai dengan 2021 dengan total Rp7,2 miliar.
Dengan konstruksi temuan demikian, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka atas dugaan pengelolaan penyertaan modal yang tidak sesuai ketentuan perjanjian kerja sama.
Dengan menemukan indikasi pelanggaran hukum yang demikian, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 KUHP.
Baca juga:
Dalam penanganan kasus ini penyidik kejaksaan lebih dahulu melakukan penahanan terhadap SA dengan menitipkan yang bersangkutan di Rutan Polres Sumbawa Barat.
Sementara penitipan penahanan tersangka EK, Irwan enggan menyampaikan dengan alasan menjaga keamanan dan keselamatan tersangka.