Roket Pendorong Bermasalah, Korea Utara Kembali Gagal Luncurkan Satelit Mata-mata Terbarunya
JAKARTA - Korea Utara gagal meluncur satelit mata-mata terbarunya ke orbit pada Hari Kamis, setelah roket pendorong yang digunakan mengalami masalah menurut media pemerintah, namun otoritas ruang angkasa negara itu berjanji untuk mencobanya kembali Oktober mendatang.
Peluncuran yang dilakukan jelang fajar ini merupakan percobaan kedua. Mei lalu, percobaan pertama Korea Utara juga mengalami kegagalan, ketika roket Chollima-1 ketika itu jatuh ke laut.
Pyongyang diketahui berupaya untuk menempatkan satelit mata-mata militer pertamanya ke orbit, mengatakan pihaknya merencanakan armada satelit untuk memantau pergerakan pasukan Amerika Serikat dan Korea Selatan.
"Tahap pertama dan kedua peluncuran berjalan normal. Namun pada tahap ketiga, terjadi kesalahan dalam sistem peledakan darurat sehingga peluncuran gagal," kata KCNA seperti melansir Reuters 24 Agustus.
Badan Pengembangan Dirgantara Nasional (NADA) Korea Utara mengatakan pihaknya akan menyelidiki dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki penyebab kegagalan peluncuran hari ini, mengatakan hal tersebut bukan masalah besar dalam hal keandalan sistem roket secara keseluruhan.
"NADA menyatakan pendiriannya, akan melakukan peluncuran satelit pengintaian ketiga pada Bulan Oktober, setelah menyelidiki alasannya secara menyeluruh dan mengambil tindakan,” lapor KCNA.
Sementara itu, militer Korea Selatan mengatakan pihaknya melacak penerbangan tersebut sejak peluncurannya di Pusat Peluncuran Satelit Sohae milik Korea Utara, menyimpulkan bahwa penerbangan tersebut gagal.
Dikatakan, pihaknya sedang berusaha menemukan dan berpotensi mengevakuasi puing-puing roket tersebut.
Di Jepang, peluncuran tersebut memicu peringatan darurat sebelum jam 4 pagi waktu setempat melalui sistem penyiaran J-alert, mengimbau masyarakat di Prefektur Okinawa untuk berlindung.
Sekitar 20 menit setelah peringatan tersebut, pemerintah Jepang menindaklanjuti dengan pemberitahuan roket tersebut telah lewat dan peringatan darurat dicabut.
Dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan, peluncuran rudal yang berulang kali merupakan ancaman terhadap keamanan regional.
"Kami akan memprotes keras Korea Utara dan mengutuknya sekeras-kerasnya," tegasnya.
Matsuno mengatakan, bagian-bagian roket jatuh ke Laut Kuning, Laut China Timur dan Samudera Pasifik.
Nun jauh di Amerika, Gedung Putih mengutuk peluncuran tersebut karena melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB, sementara Departemen Luar Negeri AS mendesak Korea Utara untuk menahan diri dari "aktivitas ancaman lebih lanjut", menyerukan Pyongyang untuk terlibat dalam diplomasi yang serius.
Baca juga:
- Bos Grup Wagner Prigozhin Dikabarkan Tewas dalam Kecelakaan Pesawat: Kritikus Kremlin Singgung Putin, Biden Tidak Terkejut
- Presiden Zelensky Bersumpah Bebaskan Krimea yang Dicaplok Rusia Tahun 2014
- Negara BRICS Setujui Mekanisme Penerimaan Anggota Baru, Bakal Diumumkan Hari Ini
- Serukan Percepatan Ekspansi BRICS, Presiden China Xi Jinping: Buat Tata Kelola Global yang Lebih Adil
"Kendaraan peluncuran luar angkasa (SLV) menggunakan teknologi yang identik dan dapat dipertukarkan dengan teknologi yang digunakan dalam rudal balistik, termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM)," jelas juru bicara Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.
Diketahui, Korea Utara menganggap program luar angkasa dan roket militernya sebagai hak kedaulatan, dengan para analis mengatakan satelit mata-mata sangat penting untuk meningkatkan efektivitas senjata mereka.
Pyongyang telah melakukan berbagai upaya untuk meluncurkan satelit "observasi bumi", dua di antaranya tampaknya berhasil ditempatkan di orbit, termasuk pada tahun 2016.