Kemenkeu: Butuh Usaha Lebih untuk Mendukung Transisi Hijau di Sektor Keuangan
JAKARTA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyatakan bahwa transisi hijau di sektor keuangan Indonesia masih membutuhkan lebih banyak usaha untuk mencapai target yang diharapkan.
Dia menjelaskan bagaimana sektor keuangan diharapkan bisa mendukung pemenuhan sasaran Nationally Determined Contribution (NDC) dan juga pengurangan efek gas rumah kaca.
“Kami percaya disini bahwa untuk mencapai pertumbuhan maka harus sejalan dengan aksi-aksi yang selaras dengan prinsip lingkungan. Oleh karena itu sektor keuangan juga harus mendukung hal ini, yang kami sebut sebagai transisi keuangan,” ujarnya dalam rangkaian pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) di Jakarta, Rabu, 23 Agustus.
Dalam uraiannya, Febrio mengungkapkan jika transisi keuangan menuntut industri dan produk-produk yang dihasilkannya bisa mengurangi emisi karbon yang kemudian mendukung pencapaian target-target kelestarian lingkungan.
“Dalam Presidensi G20 tahun lalu, Indonesia menginisiasi hadirnya kerangka kerja transisi keuangan yang menjadi acuan dalam menghasilkan kebijakan selaras dengan orientasi lingkungan. Di Indonesia sendiri kami sudah merilis Energi Transition Mechanism Country Platform yang menjadi contoh bagaimana kami mencapai transisi dalam sektor energi,” tuturnya.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, transisi di sektor keuangan telah dilakukan Indonesia dengan menerbitkan instrumen pembiayaan yang lebih segmented dengan arah kebijakan hijau. Hal tersebut dapat dilihat dari issuance green sukuk yang telah mencapai nilai 6,2 miliar dolar AS.
“Kami juga menerbitkan Sustainable Development Goals (SDG) bond dengan nilai lebih dari 577 juta dolar AS, baik di dalam maupun luar negeri,” tegas dia.
Dalam kesempatan tersebut Febrio menyampaikan pula bahwa pada periode 2021 hingga 2022, Indonesia berhasil menarik komitmen investasi sebesar 20,3 miliar dolar AS untuk rantai pasok kendaraan elektrik. Dari jumlah itu, porsi terbesar adalah untuk produksi baterai (kendaraan listrik) senilai 15 miliar dolar AS.