Cara Kerja Modifikasi Cuaca untuk Kurangi Polusi Udara di Jakarta

YOGYAKARTA - Polusi udara di Jakarta menjadi masalah serius yang harus segera ditangani. Pemerintah Indonesia mulai mengoperasikan modifikasi cuaca untuk kurangi polusi udara di wilayah perkotaan di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Apa itu teknologi modifikasi cuaca dan bagaimana cara kerjanya?

Pemerintah telah menjalankan teknologi modifikasi cuaca untuk menanggulangi dan mengatasi masalah tingginya polusi udara. Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN, Budi Harsoyo, mengungkapkan pemerintah telah menabur garam semai sebanyak 800 kilogram di Kabupaten Cianjur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok. 

Penaburan garam melalui teknologi modifikasi cuaca dilakukan dari ketinggian sekitar 10.000 kaki. Cara ini diterapkan untuk mengharapkan terbentuknya awan mendung. Sebab dengan adanya hujan maka tingkat polusi udara bisa berkurang. Lantas seperti apa teknologi modifikasi cuaca untu kurangi polusi udara?

Apa Itu Teknologi Modifikasi Cuaca

Teknologi Modifikasi Cuaca merupakan metode yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah kondisi cuaca dengan maksud tertentu. Tujuan penggunaan teknologi ini yakni agar bisa memungkinkan terjadinya cuaca yang diinginkan.

Berdasarkan laman BRIN, teknologi modifikasi cuaca dimaksudkan untuk meningkatkan atau mengurangi intensitas curah hujan di suatu daerah (peningkatan hujan atau pengurangan hujan). 

Teknologi Modifikasi Cuaca sudah ada sejak tahun 1977. Pada waktu itu, Presiden Indonesia kedua, Soeharto, terinspirasi oleh kemajuan sektor pertanian di negara tetangga yaitu Thailand. Setelah diselidiki, terungkap bahwa kemajuan dalam pertanian Thailand telah didorong oleh modifikasi cuaca.

Penerapan Modifikasi Cuaca untuk Kurangi Polusi Udara?

Budi Harsoyo mengatakan bahwa turunnya air hujan menjadi cara paling efektif untuk mengatasi atau mengurangi polusi udara. Apabila menunggu hujan di musim kemarau akan lama, maka dilakukan penggunaan modifikasi cuaca. 

Teknologi modifikasi cuaca dapat mengganggu stabilitas atmosfer karena efek dari penaburan bahan semai berupa es kering pada ketinggian tertentu. Lantaran tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm, kemudian menimbulkan lapisan inversi. 

"Nah, ini yang akan kita ganggu, dibuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas," kata Budi, dilansir dari Antara.

Sementara itu Andri Ramdhani, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, mengatakan bahwa peluang untuk modifikasi cuaca memang masih terbuka. Namun ada tantangan berat karena kondisi sedang musim kemarau, yang mana minim awan kumulus yang jadi target penaburan garam semai. 

Andri juga menjelaskan relatif humidity lapisan atas kering dan convective available potential energy rendah. Dari hasil pemodelan atmosfer selama dua hari ke depan terlihat peluang turun hujan di wilayah Tangerang Selatan dan Bogor.

"Kami berharap angin membawa awan bergerak ke arah Jakarta, karena modifikasi cuaca tidak bisa menggeser awan, tetapi bisa memperluas area cakupan hujan," tutur Andri.

Cara Kerja Teknologi Modifikasi Cuaca

Prinsip kerja dari teknologi modifikasi cuaca adalah melibatkan usaha untuk mengendalikan kejadian hujan di wilayah yang dituju. Hal itu dicapai dengan merangsang potensi awan hujan di atmosfer melalui penyemaian garam ke dalam awan hujan, sehingga hujan dapat terjadi di wilayah tertentu.

Berdasarkan laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, peneliti sedang mengembangkan metode pengiriman bahan semai ke dalam awan dari darat. Cara-cara ini termasuk penggunaan alat Ground Based Generator (GBG) dan alat Pohon Flare untuk pendekatan statis.

Kedua metode tersebut dijalankan dengan cara yang serupa yakni memasukkan bahan semai ke dalam awan, dengan memanfaatkan awan orografik dan awan yang tumbuh di daerah pegunungan sebagai target utama.

Demikianlah ulasan mengenai teknologi modifikasi cuaca untuk kurangi polusi udara. Teknologi ini telah diterapkan di beberapa negara, seperti China, India, Korea Selatan, dan Thailand. Sementara di tanah air baru pertama kali dilakukan di wilayah Jabodetabek.