Junta Militer Niger Berencana Menuntut Presiden Bazoum yang Digulingkan dengan Tuduhan Pengkhianatan

JAKARTA - Junta militer Niger yang mengambil alih kekuasaan bulan lalu berencana menuntut Presiden Mohamed Bazoum yang digulingkan dengan tuduhan pengkhianatan tingkat tinggi, terkait pertemuannya dengan para kepala negara asing dan organisasi-organisasi internasional.

Juru bicara Junta Kolonel Amadou Abdramane mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di televisi pemerintah, pihak berwenang militer telah "mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk mengadili presiden yang digulingkan ... atas pengkhianatan tingkat tinggi dan merongrong keamanan internal dan eksternal Niger."

Abdramane juga mengatakan, ada kampanye informasi yang keliru terhadap junta untuk mencoba "menggagalkan solusi yang dinegosiasikan terhadap krisis untuk membenarkan intervensi militer ... atas nama ECOWAS," seperti melansir Reuters 14 Agustus.

Sebelumnya, Uni Afrika, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, mereka khawatir dengan kondisi yang dialami Presiden Bazoum.

Sedangkan partai politik Bazoum mengatakan, keluarganya tidak memiliki akses terhadap air bersih, makanan segar, atau dokter. Bazoum sendiri mengatakan kepada Human Rights Watch, putranya perlu ke dokter karena kondisi jantung yang serius.

Namun, junta mengatakan pada Hari Minggu, Bazoum secara teratur mengunjungi dokternya dan kunjungan terakhir pada 12 Agustus.

"Setelah kunjungan ini, dokter tidak menyampaikan kekhawatiran tentang kondisi kesehatan presiden yang digulingkan dan anggota keluarganya," ujar Abdramane.

Terpisah, blok regional utama Afrika Barat, ECOWAS, pada Hari Senin diperkirakan akan mendorong lebih banyak pembicaraan dengan junta, yang telah mengisyaratkan kesediaan potensial untuk menemukan resolusi diplomatik atas kebuntuan atas kudeta 26 Juli.

Selain itu, Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika yang beranggotakan 55 negara juga diperkirakan akan bertemu pada hari Senin untuk membahas situasi di Niger.

Diketahui, para pemimpin kudeta telah memenjarakan Presiden Bazoum dan membubarkan pemerintahan terpilih, menuai kecaman dari kekuatan-kekuatan global dan negara-negara tetangga Afrika Barat, yang telah mengaktifkan kekuatan militer siaga yang dapat mengintervensi untuk mengembalikan kekuasaan Presiden Bazoum.

Yang dipertaruhkan bukan hanya nasib Niger - produsen uranium utama dan sekutu Barat dalam perang melawan pemberontakan Islamis - tetapi juga pengaruh kekuatan global yang memiliki kepentingan strategis di wilayah tersebut.