Alasan Juliari Batubara Tak Dihadirkan dalam Rekonstruksi Kasus Suap Bansos

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara tak hadir dalam kegiatan rekonstruksi kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Padahal, dalam kasus suap ini, politikus PDI Perjuangan tersebut berstatus sebagai tersangka.

Menurut Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri, Juliari sengaja tak dihadirkan karena rekonstruksi perkara ini difokuskan untuk mengetahui perbuatan Harry Sidabuke (HS) dan Ardian IM (AIM) selaku pihak pemberi.

"Rekonstruksi saat ini difokuskan untuk memperjelas rangkaian perbuatan para pemberi dalam perkara tersangka atas nama pemberi HS dan AIM. Jadi untuk JPB (Juliari Peter Batubara) selaku tersangka penerima saat ini tidak dihadirkan," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin, 1 Februari.

Diketahui, KPK saat ini tengah menggelar rekonstruksi perkara suap bantuan sosial (bansos) COVID-19. Kegiatan rekonstruksi ini dilakukan sejak pukul 12.10 dengan menghadirkan tiga tersangka.

Adapun tiga tersangka yang dihadirkan dalam rekonstruksi ini adalah pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, dan satu pihak swasta Harry Sidabuke.

Sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk Menteri Sosial non-aktif Juliari Batubara.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.

Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. KPK menduga disepakati adanya fee dari paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial.

Adapun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.

Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik Matheus dan penunjukannya diketahui Juliari.

Pada pendistribusian bansos tahap pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp 8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.

Dalam operasi senyap ini, KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang sudah disiapkan dari pemberi suap yakni AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung. Uang Rp14,5 miliar disimpan di sejumlah koper dan tas serta terdiri dari pecahan rupiah dan uang asing.