Ahli Sebut Pasukan Rusia Lakukan Penyiksaan dan Kekerasan Seksual di Pusat Penahanan Darurat Ukraina
JAKARTA - Mayoritas tahanan yang berada di pusat penahanan darurat di Ukraina selatan yang diduduki Rusia, mengalami penyiksaan dan dilecehkan secara seksual, kata tim pakar internasional pada Rabu dalam ringkasan temuan terbaru mereka.
Tim Mobile Justice, yang dibentuk oleh firma hukum humaniter internasional Kepatuhan Hak Global, telah bekerja dengan jaksa kejahatan perang Ukraina di wilayah Kherson sejak direbut kembali pada November 2022, setelah lebih dari delapan bulan berada di bawah kendali Rusia.
Pihak berwenang Ukraina sedang meninjau lebih dari 97.000 laporan kejahatan perang dan telah mengajukan tuntutan terhadap 220 tersangka di pengadilan domestik. Pelaku tingkat tinggi dapat diadili di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, yang telah meminta penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kremlin sendiri secara konsisten membantah tuduhan kejahatan perang di Ukraina, oleh pasukan yang mengambil bagian dalam "operasi militer khusus" yang diluncurkan untuk melindungi Rusia dan melucuti tetangganya.
Laporan terbaru Mobile Justice Team, yang didanai oleh Inggris, Uni Eropa dan Amerika Serikat, menganalisis 320 kasus dan keterangan saksi di 35 lokasi di wilayah Kherson.
Dari laporan para korban yang ditinjau "43 persen secara eksplisit menyebutkan praktik penyiksaan di pusat penahanan, mengutip kekerasan seksual sebagai taktik umum yang dipaksakan oleh penjaga Rusia", kata sebuah pernyataan, melansir Reuters 2 Agustus.
"Skala sebenarnya dari kejahatan perang Rusia masih belum diketahui," kata Anna Mykytenko, penasihat hukum senior di Kepatuhan Hak Global, mengenai temuan terbaru tentang penyiksaan, melansir Reuters 2 Agustus.
"Tapi yang bisa kami katakan dengan pasti adalah, konsekuensi psikologis dari kejahatan kejam ini terhadap orang Ukraina akan tertanam dalam pikiran mereka selama bertahun-tahun yang akan datang," urainya.
Setidaknya 36 korban yang diwawancarai oleh jaksa menyebutkan penggunaan sengatan listrik selama interogasi, seringkali sengatan listrik pada alat kelamin, serta ancaman mutilasi alat kelamin. Seorang korban dipaksa untuk menyaksikan pemerkosaan tahanan lain, kata laporan itu.
Tahanan yang kemungkinan besar mengalami penyiksaan adalah personel militer, demikian temuannya, tetapi juga penegak hukum, relawan, aktivis, tokoh masyarakat, pekerja medis dan guru juga bisa mengalami.
Dikatakan, teknik penyiksaan yang paling umum digunakan adalah mati lemas, waterboarding, pemukulan parah dan ancaman pemerkosaan. Reuters tidak dapat memverifikasi tuduhan tersebut.
Secara keseluruhan, bukti dari pusat penahanan yang dibebaskan "menunjukkan rencana Putin untuk menghilangkan identitas Ukraina mencakup serangkaian kejahatan yang membangkitkan genosida", kata pengacara Inggris Wayne Jordash yang memimpin tim tersebut.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar atas temuan laporan tersebut.
Baca juga:
- Taiwan Tingkatkan Upaya Kontra-Spionase Usai Dugaan Penyusupan China
- China Intensifkan Upaya Penyelamatan Warga di Zhuozhou yang Terendam Banjir Akibat Topan Doksuri
- Swiss Bakal Cabut Pembatasan Impor Produk Makanan Jepang Terkait Bencana PLTN Fukushima Tengah Bulan Ini
- Ajak Swiss Kolaborasi Kembangkan IKN, Menlu Retno Ingin Perjanjian Investasi Bilateral Diratifikasi
Pada Bulan Juni, jaksa Ukraina mengajukan kasus pertama mereka atas dugaan deportasi puluhan anak yatim piatu dari Kherson, menuntut seorang politisi Rusia dan dua tersangka kolaborator Ukraina dengan kejahatan perang.
Namun, mereka tidak segera memberikan komentar atas temuan terbaru tentang penyiksaan.
Sebelumnya, Reuters melaporkan pada Bulan Januari tentang skala dugaan penyiksaan di Kherson. Otoritas Ukraina mengatakan pada saat itu sekitar 200 orang diduga ditahan secara ilegal. Para penyintas mengatakan tentang taktik, termasuk kejutan listrik dan mati lemas.
Saat itu, Kremlin dan Kementerian Pertahanan Rusia tidak menanggapi pertanyaan, termasuk tentang dugaan penyiksaan dan penahanan yang melanggar hukum.