Kasus Diabetes Meningkat, Pakar Minta Cukai Minuman Berpemanis Perlu Segera Diterapkan
JAKARTA - Pakar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) perlu segera diterapkan di Indonesia.
"Pada 2009 sampai 2015, saya dan tim sudah banyak membahas penerapan cukai untuk penggunaan gula, garam, lemak (GGL) secara umum, dengan melihat dampaknya pada kesehatan, dan sudah ada berbagai aturan juga yang dibuat," kata Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, dilansir dari Antara, Senin, 31 Juli.
Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kemenkes RI mengatakan, minuman berpemanis yang berlebihan menjadi sumber dari peningkatan kasus diabetes dan obesitas, dengan berbagai dampak negatif pada organ tubuh.
Laman Kemenkes mengutip data International Diabetes Federation (IDF) melaporkan sekitar 10,6 persen dari 179,72 juta jiwa lebih populasi dewasa usia 20--79 tahun di Indonesia per 2021 mengidap diabetes.
IDF memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai 28,57 juta pada 2045, atau lebih besar 47 persen dibandingkan dengan capaian di 2021.
Dikatakan Tjandra, jumlah penderita diabetes pada 2021 meningkat sekitar 167 persen jika dibandingkan 2011 berkisar 7,29 juta penderita.
"Peningkatan jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan antara tahun 2000 hingga 2011. Dalam periode tersebut, jumlah penderita diabetes meningkat 29 persen dari 5,65 juta pada 2000," katanya.
Terkait obesitas, Kemenkes melaporkan satu dari lima anak usia 5--12 tahun dan satu dari tujuh remaja usia 13--18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
"Prevalensi obesitas dan berat badan berlebih pada anak berusia 5--9 tahun meningkat hingga dua kali lipat selama 10 tahun terakhir," katanya.
Peningkatan prevalensi obesitas anak terjadi pada 2006--2016 dari 2,8 persen menjadi 6,1 persen. Sementara prevalensi berat badan berlebih meningkat dari 8,6 persen pada 2006 menjadi 15,4 persen pada 2016.
Tjandra melaporkan, sekitar 47,9 juta orang Indonesia terbiasa mengonsumsi gula berlebih.
Dari data Studi Diet Total (SDT) untuk Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia pada 2014 menggambarkan berbagai jenis minuman kemasan cair telah dikonsumsi oleh anak sejak usia 0--59 bulan sebanyak 30,7 ml per orang per hari, usia 5--12 tahun sebanyak 49,6 ml per orang per hari dan 13--18 tahun sebanyak 38 ml per orang per hari.
"Data lain menyebutkan Indonesia menempati posisi ketiga dalam konsumsi minuman berpemanis di Asia Tenggara, dengan jumlah konsumsi sebanyak 20,23 liter per orang per tahun," katanya.
Di sisi lain, juga ada kecenderungan kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia terjadi pada kelompok masyarakat miskin dan perdesaan, termasuk di daerah dengan tingkat tengkes yang tinggi, kata Tjandra menambahkan.
"Gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi masyarakat tidak terkontrol. Ketergantungan pada bahan-bahan makanan tidak sehat itu menurunkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi penganan sehat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan," katanya.
"Karena itu, pengaturan berupa kebijakan cukai MBDK memang perlu segera dilakukan. Intervensi kesehatan masyarakat secara lebih menyeluruh, comprehensive, dari hulu ke hilir, dimulai dari individu hingga kelompok masyarakat secara luas melalui kebijakan publik," katanya.
Pemerintah menunda untuk memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan tahun ini dan diundur ke 2024. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani melalui konferensi pers APBN Kita, Senin (24/7).
Baca juga:
Implementasi cukai minuman berpemanis belum bisa dilakukan karena koordinasi dan penyelarasan aturan masih harus dilakukan dengan pihak-pihak terkait.
Pakar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama. (ANTARA/HO-YARSI).