Bos BRI Membuka Kesempatan Jadikan BRI Agro Sebagai Bank Digital
JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso menyatakan saat ini perseroan membuka kesempatan menjadikan anak usahanya PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk atau BRI Agro sebagai bank digital.
"Apakah nanti terkait mungkin bagaimana BRI Agro kita kita gunakan sebagai kendaraan untuk mengembangkan bisnis digital, saya kira kita ada ke arah sana," ujar Sunarso dalam jumpa pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BRI seperti yang dikutip VOI dari Antara di Jakarta, Kamis 29 Januari.
Bank digital atau neobank merupakan bank yang memberikan layanan terhadap nasabah sepenuhnya secara daring dan tak mempunyai kantor cabang fisik. Sunarso mengatakan, BRI Agro bisa dibimbing menjadi bank digital mengingat ukurannya yang tidak terlalu besar.
"Karena BRI Agro menurut saya size-nya cukup agile, cukup lincah. Kalau kita misalnya sewaktu-waktu mengubah business model yang lebih digital dan main di ekosistem. Itu untuk kemungkinan BRI Agro kami ubah business model-nya menjadi bank digital," katanya.
Kendati demikian, lanjut Sunarso, untuk mengimplementasikan agenda itu, pihaknya perlu mempersiapkan seluruh aspek dengan matang dan komprehensif.
"Sudah barang tentu dipersiapkan secara matang infrastrukturnya, mindset-nya, orangnya, produk-produk, serta target-target ekosistem yang menjadi target market kita," ujarnya.
Bank digital bisa terwujud lewat dua pola, yakni via transformasi model, taktik, dan produk bisnis bank, dan lewat penyusunan bank sebagai bank digital.
Baca juga:
Untuk pola kedua, ada tiga bank digital yang langsung beroperasi di Indonesia adalah Bank digital BCA, Bank Jago, dan Bank Neo Commerce. Bank digital atau neobank kini sedang menjamur di negara-negara maju. Sebagian contoh neobank yang telah beroperasi antara lain, Atom Bank dan Starling Bank di Inggris, JUNO dan AXOS di Amerika Serikat, Volt Bank di Australia, dan Jibuan Bank di Jepang.
Di Indonesia, prospek neobank diukur begitu besar yakni penjualan mobile device di Indonesia yang telah menempuh 338 juta unit pada 2020, melampaui seluruh penduduk Indonesia di kala ini. Hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menampakkan indeks inklusi keuangan Indonesia masih 76,19 persen.
Artinya, dari tiap 100 penduduk di Indonesia yang telah mempunyai jalan masuk ke institusi jasa keuangan atau ke produk-produk jasa keuangan, baru 76 orang. Artinya, masih ada 24 orang yang belum punya jalan masuk ke institusi keuangan. Dengan adanya bank digital, harapannya angka inklusi keuangan itu mampu meningkat.