Jual Ratusan Handphone Tanpa Label SDPPI, 2 Toko Beromzet Ratusan Juta di Semarang Digerebek Polda Jateng

SEMARANG – Ratusan handphone tanpa label SDPPI (Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika) diamankan petugas Ditreskrimsus Polda Jateng. Hanpdhone illegal yang dikemas ulang oleh para pedagang nakal diperjualbelikan ke masyarakat melalui toko online maupun offline.

Berdasarkan keterangan yang diterima VOI, Kamis, 20 Juli, petugas berhasil menggerebek sejumlah toko dari berbagai lokasi di wilayah hukum Jawa Tengah, pada Selasa, 20 Juni. Hasil penggerebekan tersebut, petugas mendapat 36 handphone tanpa label SDPPI, yang dianggap berbahaya bagi penggunanya.

“Ada 36 hanpdhone. Dari Konter bernama MC di Kabupaten Demak, menjual handphone yang tidak memenuhi standar persayaratan teknis, tidak menempelkan label SDPPI dari Kemenkominfo RI pada perangkat. Ditemukan juga sejumlah alat yang digunakan untuk mengemas ulang handphone.” begitu keterangan yang tertulis dalam rilis resmi Polda Jateng, Kamis, 20 Juli..

Hasil pengembangan dari tersangka, didapati juga informasi toko lain di Semarang yang menjual produk yang sama.

Dari pengembangan, penyidik mendapatkan informasi bahwa ada konter lain di wilayah Semarang yang juga menjual handphone yang tidak terdapat label SDPPI pada perangkat, dan penjual juga tidak bisa menunjukkan sertifikat SDPPI. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan 137 handphone yang dijual oleh toko HS Semarang milik tersangka inisial IMB.

Modus yang dilakukan tersangka dalam kasus ini adalah, pelaku memborong handphone dari berbagai merek dan tipe di platform ecommerce seperti Shopee atau Tokopedia yang diduga handphone tersebut merupakan barang black market (BM).

Oleh tersangka, handphone tersebut dikemas ulang seperti baru lalu dijual kembali di toko miliknya, baik online maupun offline. Tersangka memberikan garansi selama satu bulan. Apabila lewat satu bulan, maka garansi tidak berlaku.

Untuk melancarkan aksinya, tersangka menjual handphone keluaran lama yang sudah tidak diproduksi lagi oleh produsen. Kemudian handphone yang tidak dilengkapi dengan sertifikat SDPPI tersebut dibeli dengan harga dari Rp300 ribu sampai dengan Rp1.300.000.

Kemudian, handphone tersebut dijual oleh tersangka dengan harga bervariasi tergantung merek dan tahun keluaran, antara Rp700.000 sampai dengan Rp1.500.000.

Diketahui, handphone rekondisi tanpa label resmi itu laku sebanyak 2 sampai dengan 3 unit per hari, atau sekitar 50 unit handphone per bulan. Dan menurut keterangan tersangka MI di Demak, ia sudah menjual handphone ilegal itu selama 6 bulan (sejak Desember 2022). Sedangkan tersangka lain, yakni IMB sudah berjualan selama 5 bulan (dari akhir bulan Februari 2023).

Omset penjualan handphone dalam satu bulan kurang lebih sekitar Rp108.000.000 per bulan, dan keuntungan yang diperoleh dari penjualan handphone tersebut sekitar Rp15.000.000per bulan.

Tersangka menerangkan bahwa harga Handphone baru yang tidak dilengkapi dengan label SDPPI harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan handphone baru yang resmi yang memiliki label SDPPI. Sebagai perbandingan, harga satu unit handphone merek OPPO seri A57 yang tidak dilengkapi sertifikat dan label SDPPI dijual dengan harga sekitar Rp1.500.000, sedangkan handphone serupa yang dijual secara resmi (dilengkapi label SDPPI) dijual dengan harga Rp2.500.000. Selisih Rp1 juta lebih murah.

Dari pengungkapan kasus ini petugas mengamankan sejumlah barang buktu ratusan handphone dari berbagai merek. Tepatnya sebanyak 173 unit dengan total nilai barang yang diamankan sejumlah Rp 259.500.000, dari 2 toko. Tak hanya itu, petugas juga mengamankan satu unit handphone Iphone XS Max warna putih, yang digunakan pelaku untuk transaksi. Satu bundel nota penjualan, 42 headset, 7 kabel charger. 2 kepala charger, dua roll plastik wraping. 1 unit hair drayer warna merah, 1 unit alat press plastik warna biru, dan lainnya.

Tersangka terancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar