Sejarah Wakaf di Makkah yang Manfaatnya Dirasakan Jemaah Haji Asal Aceh

JAKARTA - Habib Bugak Al Asyi dan sejumlah saudagar dari Aceh membeli sebidang tanah di Makkah pada tahun 1809 M. Tanah yang berada di Makkah itu diwakafkan untuk jemaah haji dari Aceh.

Dikutip VOI dari situs Badan Wakaf Indonesia, Jumat 29 Januari, Habib Bugak jadi tokoh yang menghimpun uang untuk membeli tanah tersebut dari masyarakat Aceh. Setelah uang terkumpul. Habib Bugak membeli sebidang tanah di sekitar Bab Al Fath, letaknya berada di antara Marwah dan Masjidil Haram. Pembelian dilakukan di era Kerajaan Ustmaniah.

Sebuah penginapan kemudian didirikan untuk menampung calon jemaah haji dari Aceh. Dengan begitu mereka tak perlu bingung mencari tempat singgah sementara selama di Makkah.

Dalam situs acehprov.go.id, dua tokoh Aceh, Dr. Al Yasa’ Abubakar (mantan Kepala Dinas Syariat Islam NAD) dan Dr. Azman Isma’il, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh) menuliskan asal muasal wakaf Habib Bugak Asyi.

Berdasarkan akta ikrar Wakaf yang disimpan Badan pengelola tanah wakaf (Nazhir), Habib Bugak mengikrarkan wakaf pada tahun 1222 Hijriyah. Ikrar dilakukan di depan Hakim Mahkamah Syar’iyah Makkah.

Dalam ikrar disebutkan bahwa bangunan yang diwakafkan itu tak hanya untuk jamaah haji, namun juga untuk warga Aceh yang menetap di Makkah.

"Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Makkah untuk naik haji maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri, mahasiswa) Jawi (nusantara) yang belajar di Makkah," demikian potongan ikrarnya.

"Sekiranya karena sesuatu sebab mahasiswa dari Nusantara pun tidak ada lagi yang belajar di Makkah maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal mahasiswa Makkah yang belajar di Masjid Haram. Sekiranya mereka ini pun tidak ada juga maka wakaf ini diserahkan kepada Imam Masjid Haram untuk membiayai kebutuhan Masjidil Haram," lanjut ikrarnya.

Di masa pemerintah Arab Saudi, tepatnya di era Raja Malik Sa’ud bin Abdul Azis, tanah yang dibeli Habib Bugak terkena dampak renovasi untuk pengembangan Masjidil Haram. Sebagai gantinya, pemerintah memberi ganti rugi berupa uang.

Nazhir kemudian menggunakan uang itu untuk membeli dua lahan lain, yakni di daerah Ajyad. Masing-masing lokasi jaraknya 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram. Lahan pertama dibangun hotel bintang lima dengan jumlah kamar masing-masing sekitar 350 unit dan 1.000 unit.

Nazhir juga membeli dua area lahan lain yang luasnya 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah yang pada tahun 2009 lalu dibangun pondok khusus menampung jamaah dari Embarkasi Aceh.

Sejak 2006, hasil keuntungan pengelolaan harta wakaf diberikan kepada jamaah haji asal Aceh. Bahkan, pada tahun 2008, pemerintah Aceh menerima Rp. 14,54 miliar dari Baitul Asyi. Uang tersebut kemudian diberikan pada jemaah haji Aceh, dan masing-masing mendapat uang kurang lebih Rp. 4 juta.