Soal Dugaan Pungli di Rutan KPK, PSI Dorong Hukuman Pelakunya Diperberat Sepertiga Sanksi
JAKARTA - PSI mendorong hukuman berat terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbukti melakukan suap atau pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) lembaga antirasuah itu.
"Partai Solidaritas Indonesia meminta Pasal 52 KUHP diterapkan dan ditambahkan dalam UU Tipikor dengan menambah sanksi sepertiga bagi koruptor dari aparat penegak hukum," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI Francine Widjojo dalam keterangannya, Jumat 7 Juli, disitat Antara.
Ia mengatakan bahwa KPK seharusnya menjadi garda depan memberantas korupsi hingga ke akarnya. Oleh karena itu, oknum pegawai KPK yang terbukti korupsi harus dikenai tambahan sanksi sepertiga sesuai Pasal 52 KUHP.
"Sanksi pemberat sepertiga ini juga diterapkan di UU TPKS dan UU Perlindungan Anak jika pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi dan mengayomi korban," ujar Francine.
Pasal 52 KUHP mengatur bahwa pejabat yang melakukan tindak pidana dengan melanggar kewajiban khusus jabatannya maupun menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan, atau sarana dalam jabatannya dapat ditambah sanksi pidana sepertiga sebagai pemberat.
Suap, gratifikasi, dan pemerasan diancam 4-20 tahun penjara hingga seumur hidup berdasarkan Pasal 12 huruf (e) dan Pasal 12B UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2001. Misalnya, ancaman pidana penjaranya 12 tahun penjara maka menjadi 16 tahun penjara karena tambah pemberatan sepertiga.
"Korupsi adalah pengkhianatan tertinggi bagi profesi penegak hukum, apalagi KPK, dan harus dihukum seberat-beratnya," ujarnya.
Baca juga:
- Kasus Korupsi Tambang PT AMG di Lombok Timur P21, 3 Tersangka Segera Duduk di Kursi Pesakitan
- Ponpes Al Minhaj yang Diterpa Kasus Pencabulan 25 Santri Masih Berkegiatan, Pembekuan Tunggu Putusan PN Batang
- Kejari Siapkan Sidang In Absentia Buron Bos PT Guna Karya Nusantara di Kasus Korupsi Proyek Dermaga Labuhan Haji NTB
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi di internal KPK mencuat setelah 15 pegawai KPK diduga terlibat pungli di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK dengan nilai mencapai Rp4 miliar. Penyelidikan terhadap 15 pegawai di Rutan KPK itu masih berjalan hingga saat ini.
Setelah terkuaknya kasus itu, KPK melakukan evaluasi sistem tata kelola di rutan dan sudah bersurat dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk asistensi pengelolaan rutan.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan bahwa KPK tidak akan memberikan toleransi terhadap pegawainya yang terlibat dalam segala bentuk tindak pidana.
"KPK menerapkan zero tolerance, artinya tidak pernah ada toleransi terhadap pelaku-pelaku kriminal tindak pidana korupsi, khususnya yang terjadi di KPK ini," kata Asep, Rabu 28 Juni.