Bagikan:

NTB - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur sudah melakukan pemberkasan sidang in absentia kasus korupsi proyek penataan dan pengerukan kolam labuh pada Dermaga Labuhan Haji. Tersangka dalam kasus ini berinisial TR masih buron.

Tersangka TR merupakan Direktur PT Guna Karya Nusantara alias bos perusahaan rekanan pelaksana proyek di Dermaga Labuhan Haji tahun anggaran 2016 tersebut.

"Jadi, persiapan pemberkasan sudah sampai 80 persen lebih. Tinggal cek ke lokasi domisili yang bersangkutan di Bandung dan lakukan pemeriksaan pejabat di lingkungan domisilinya itu," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat 7 Juli, disitat Antara.

Dia mengatakan, Kejari Lombok menempuh upaya tersebut sesuai dengan syarat pengajuan sidang tanpa menghadirkan terdakwa berdasarkan surat edaran dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Jadi, kami harus pastikan yang bersangkutan tidak ada di tempat sesuai domisilinya yang di Bandung itu. Kalau itu sudah ada, kami akan tahap satukan (melimpahkan berkas ke jaksa peneliti), kemudian koordinasi dengan pengadilan," ujarnya.

Dalam penelusuran sebelumnya, tersangka TR terungkap ikut bergabung dengan salah satu partai politik di Bandung dan memiliki jabatan penting. Hal itu juga dipastikan Isa Ansyori masuk agenda penelusuran di Bandung.

Dalam perkara ini, pihak kejaksaan menetapkan dua orang tersangka. Selain TR, muncul nama Nugroho yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.

Untuk proses hukum Nugroho, kini telah mendapat kekuatan hukum tetap dari putusan Mahkamah Agung RI.

Jaksa telah menjalankan eksekusi penahanan terhadap putusan tersebut dengan menjebloskan Nugroho ke Lapas Kelas II BSelong, Kabupaten Lombok Timur.

Mahkamah Agung dalam amar putusan kasasi milik Nugroho mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram nomor: 14/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr, tanggal 21 September 2022.

Hakim kasasi mengadili sendiri dengan menjatuhkan pidana selama tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Nugroho.

Hakim turut memerintahkan Bank BNI Cabang Utama Bandung selaku penjamin uang muka proyek pada tahun 2016 tersebut untuk mencairkan jaminan uang muka proyek senilai Rp6,7 miliar dan menyerahkan ke kas daerah Kabupaten Lombok Timur.

Jaminan uang muka itu sesuai dengan pencairan 20 persen anggaran proyek yang dinilai hakim menjadi uang pengganti kerugian negara.

Terhadap uang pengganti, jaksa sudah melakukan eksekusi dengan menyetorkan ke kas negara.

Hakim kasasi turut menetapkan hukuman untuk Nugroho dengan menyatakan yang bersangkutan tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer jaksa penuntut umum, melainkan terbukti sesuai dakwaan subsider.

Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan menyatakan demikian, hakim menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Hakim turut menetapkan agar terdakwa menjalani penahanan.

Dari putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan Nugroho bebas dari seluruh tuntutan jaksa, terdapat perintah hakim agar seluruh barang bukti dikembalikan ke jaksa untuk dipergunakan dalam perkara tersangka TR yang kini berstatus buronan jaksa.

Hakim dalam putusan berkeyakinan tersangka TR sebagai Direktur PT GKN turut bertanggung jawab atas munculnya kerugian negara dalam proyek tersebut.