Mengenang Sri Adiningsih: Mengingatkan Kesiapan Indonesia Menghadapi Tantangan Era Digital

JAKARTA - Perkembangan teknologi digital yang kian pesat harus dapat diantisipasi dengan lebih baik, cepat, dan sigap. Sehingga, Indonesia dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari perubahan yang terjadi saat ini untuk kemakmuran seluruh rakyat.

Inilah pesan almarhumah ekonom Prof. Dr. Sri Adiningsih, MSc dalam bukunya ‘Transformasi Ekonomi Berbasis Digital di Indonesia’.

Tak dapat dipungkiri, sejak revolusi industri keempat bergulir sekiranya pada 2012 yang ditandai dengan sistem siber atau revolusi digital, dunia mengalami disrupsi.

Semisal dalam dunia usaha, beragam inovasi digital yang muncul membuat pola usaha berubah total. Tidak sedikit usaha yang menghadapi kesulitan, bahkan mati karena menjadi korban perubahan. Travel agent sudah mulai ditinggalkan, masyarakat lebih memilih membeli tiket pesawat melalui aplikasi online karena lebih cepat dan efektif.

Bank konvensional yang tidak mengubah pelayanannya akan kalah bersaing dengan financial technology (Fintech). Masyarakat dapat mengambil pinjaman melalui fintech P2P lending dengan persyaratan yang jauh lebih mudah dan cepat.

Demikian juga perusahaan jasa ekspedisi konvensional yang bisa kalah bersaing dengan startup delivery atau jasa pengiriman yang sudah menerapkan teknologi drone/disruptive technology.

Sri Adiningsih saat dilantik sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden oleh Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada 19 Januari 2015. (Setneg)

Saat ini, nama besar perusahaan tidak menjadi jaminan kesuksesan. Yang menentukan adalah kelincahan dan kecepatan dalam bertransformasi. Tengok kemunculan Gojek yang mengancam nama-nama besar seperti Bluebird, Damri, dan perusahaan taksi lainnya. Mengutamakan kemudahan dan kenyamanan konsumen menjadi poin penting.

“Itu merupakan suatu bukti bahwa yang cepat bertransformasi akan memangsa yang lambat, bukan yang besar memangsa yang kecil,” kata Sri.

Begitupun dalam dunia kesehatan. Sejumlah inovasi teknologi seperti aplikasi kesehatan online dan mobile, 3D printing, artificial intelligence (AI), kesehatan elektronik, dan kesehatan keliling yang melibatkan ponsel sudah memengaruhi kerja profesional kesehatan sehari-hari.

Akibatnya, kebutuhan untuk rawat inap pada masa depan dapat semakin hilang karena bangsal perawatan hanya dijadikan sebagai tempat diagnosis dan ruang perawatan sementara. Untuk kepentingan diagnosis, hanya dibutuhkan satu alat untuk mengetahui kondisi manusia secara keseluruhan.

Selain itu, dokter spesialis tidak lagi menggunakan pisau bedah karena robot-robot akan menyebar ke organ yang dituju. Rumah Sakit Umum PLA Republik Rakyat Tiongkok bekerja sama dengan perusahaan teknologi Huawei bahkan sudah dapat melakukan operasi dengan menggunakan teknologi 5G Huawei. Operasi dilakukan selama tiga jam dengan dokter yang berjarak 3.000 km di Beijing.

Peneliti dari MIT, Draper, dan Brigham and Women’s Hospital juga mengembangkan kapsul dengan teknologi 3D printing yang dapat dimasukkan ke dalam tubuh. Dengan menggunakan konesi bluetooth, kesehatan dapat dipantau melalui ponsel pintar.

“Hebatnya lagi, kapsul dapat diatur sesuai dengan dosis obat dan dapat dirancang untuk merasakan infeksi, reaksi alergi, atau reaksi lainnya, dan kemudian dilepaskan obat sebagai responnya,” kata Sri.

Dunia pendidikan pun terimbas. Akses informasi yang tak terbatas membuat semua orang dapat belajar berbagai hal dengan mudah. Pola pembelajaran mau tak mau harus disesuaikan.

Mempersiapkan Sumber Daya Manusia

Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam laporan yang berjudul ‘ASEAN in Transformation: The Future of Jobs at Risk of Automation’ pada 2016 memperkirakan ada sekitar 56 persen total pekerjaan di Indonesia memiliki risiko tinggi untuk digantikan oleh robot.

Sektor industri yang memiliki kapasitas tinggi untuk digantikan dengan otomatisasi adalah hotel dan restoran, perdagangan dan retail, konstruksi, dan manufaktur.

Memang banyak pekerjaan yang akan hilang, tetapi Studi dari McKinsey menyebut banyak pula pekerjaan baru yang akan bermunculan, bahkan jumlahnya bisa dua kali lipat lebih banyak dari yang hilang.

Meningkatnya penggunaan produk pintar, intelligent assistants, dan robot secara fundamental akan mengubah keterampilan dan pekerjaan yang dibutuhkan pada masa depan. Ketika mesin menjadi lebih cerdas, manusia akan memainkan peran baru untuk fokus pada kreatifitas dan kolaborasi dalam memecahkan masalah. Sehingga, lebih banyak jenis situasi kerja yang dapat dikerjakan.

Itulah mengapa, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sudah menjadi perkara wajib. Pada masa depan, siswa harus dipersiapkan untuk mengasah keterampilan, kreativitas, kolaborasi, dan pemecahan masalah.

Ilustrasi – Banyak usaha yang sudah bertransformasi ke dunia digital saat ini hingga membuat ekonomi berbasis digital di Indonesia terus berkembang pesat. (Antara/Aditya Pradana Putra/aww)

Sekolah harus mengajarkan ilmu komputer sebagai kurikulum inti dari semua pelajaran. Tak harus mempelajari coding, tetapi juga bisa mempelajari komputasi, analisis data, pembelajaran mesin dan jaringan, serta siber dan robotika.

Manusia dengan keterampilan kognitif tinggi, seperti memiliki kreativitas, berpikir kritis, dan kemampuan dalam pengambilan keputusan akan semakin diminati dalam struktur pekerjaan karena dapat menurunkan otomatisasi.

Dengan munculnya teknologi dan cara kerja yang baru, masyarakat atau pekerja harus menjadi lebih kreatif agar mendapat manfaat dari kemajuan teknologi. Otomatisasi dan robotika dapat membantu mencapai pertumbuhan dan kemakmuran suatu negara, tetapi mereka tidak dapat sekreatif manusia.

Kombinasi manusia dan mesin akan menjadi elemen penting dalam menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan pengalaman kerja manusia yang lebih dinamis dan menarik.

“Tantangan yang paling utama adalah meningkatkan kualitas SDM. Pemerintah, khususnya pemerintah daerah perlu mengantisipasi atau mengejar ketertinggalan daerahnya dengan mendorong, mendukung, dan memfasilitasi pengembangan ekonomi berbasis digital di daerah masing-masing, terutama dalam meningkatkan infrastruktur dan literasi digital masyarakat,” tulis Sri.

Belum Merata

Ekonomi berbasis digital di Indonesia mulai berkembang pesat sejak 2015 ditandai oleh kemunculan sejumlah startup e-commerce, transportasi online, dan financial technology.

Di sisi lain, faktor pendukung digitalisasi juga terus mendapat pembenahan. Rasio elektrifikasi semakin meluas mencapai 99,98 persen pada 2019. Hampir seluruh wilayah Indonesia telah teraliri listrik. Jaringan internet lewat perkembangan proyek Palapa Ring juga sudah mulai masuk ke desa-desa. Saat ini, pengguna internet di Indonesia sudah mencakup hampir separuh populasi penduduk.

Hanya saja, manfaat perkembangan ekonomi berbasis digital secara umum lebih banyak dirasakan oleh penduduk yang tinggal di kota-kota besar Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa. Perlu kebijakan dari pemerintah agar manfaat lebih merata.

Di beberapa negara, ada lembaga atau kementerian yang khusus mengatur dan mengembangkan ekonomi berbasis digital. Australia memiliki Digital Transformation Agency (DTA) yang berfungsi membantu perdana menteri menyusun kajian transformasi digital.

China memiliki program Internet Plus dan dua kementerian yang bertugas memperlancar transformasi ke digital, yaitu Ministry of Science and Technology dan Ministry of Industry and Information Technology. Lalu, Amerika Serikat dengan US Digital Service yang bertugas menghadirkan pemerintahan yang lebih baik melalui aplikasi teknologi.

Pemerintah Jawa Barat berkomitmen memperluas jaringan internet hingga ke 5.300 desa di Jabar lewat Program Desa Digital. (Antara/Dedhez Anggara/foc)

Di Indonesia, pengembangan dan pengaturan terkait ekonomi berbasis digital berada di bawah beberapa kementerian dan lembaga seperti Kominfo, Menko Perekonomian, Kemenhub, OJK, BI, Bekraf, dan Kemendag. Masing-masing sudah mengeluarkan kebijakan mengenai ekonomi berbasis digital.

Kendati begitu, Sri berharap peraturan dan kebijakan tersebut dapat memaksimalkan manfaat perkembangan ekonomi berbasis digital untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Mendorong pembangunan ekonomi yang lebih baik, terciptanya lapangan pekerjaan baru yang lebih banyak, serta berkurangnya angka kemiskinan dan ketimpangan,” imbuh Sri.

Sri Adiningsih meninggal di Yogyakarta pada 17 Juni 2023 dalam usia 62 tahun. Perempuan kelahiran Surakarta ini adalah guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Dia pernah menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Presiden pada periode 2015-2019.