Bagikan:

JAKARTA – Era kolonial telah lama berlalu, meninggalkan kenangan perjuangan bersenjata. Kini, di era digital, tantangan baru muncul dalam bentuk "perang data" yang menuntut penguasaan teknologi dan literasi digital.

Ketua PBNU Hasanuddin Ali, dalam sarasehan di Kantor PWNU Jawa Timur pada 8 November 2024, menegaskan bahwa data telah menjadi senjata utama di era modern. Ia menekankan pentingnya memahami data tidak hanya sebagai angka, tetapi juga sebagai sumber wawasan yang bisa berbicara tentang kondisi masyarakat.

"Penguasaan data ke depan adalah fardlu ain. Data adalah panduan agar kita tidak salah langkah," tegas Hasanuddin Ali, yang juga seorang periset berpengalaman selama 25 tahun (2000-2024).

Dalam paparan datanya, Hasanuddin Ali menunjukkan perubahan besar pada demografi dan gaya hidup masyarakat Indonesia dalam satu dekade terakhir. Sebanyak 60 persen masyarakat Indonesia kini merupakan generasi digital, kelas menengah, dan urban. Selain itu, 50-58 persen masyarakat berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU), mencerminkan dominasi kelompok ini dalam lanskap sosial Indonesia.

"Perubahan ini memaksa NU dan Indonesia secara keseluruhan untuk menyesuaikan diri dengan pendekatan baru yang lebih relevan, baik di bidang pendidikan, ekonomi, maupun keagamaan," tambahnya.

Layanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan keagamaan kini harus bersifat digital. Digitalisasi dalam manajemen layanan menjadi keharusan, baik melalui e-government, e-katalog, maupun konten dakwah yang diproduksi dan disebarkan secara profesional di dunia maya.

Literasi Digital Sebagai Pilar

Namun, digitalisasi saja tidak cukup. Literasi digital diperlukan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan kritis dalam menghadapi jebakan digital seperti hoaks, penipuan daring, hingga narasi radikal yang beredar di internet.

Hasanuddin mencontohkan tantangan dari konten dakwah yang dirancang oleh kelompok radikal dengan manajemen digital yang baik. "Ketika konten radikal masuk ke 'pasar bebas' digital, itu bisa terlihat logis dan menarik bagi masyarakat, padahal isinya menyesatkan," jelasnya.

Ia menyoroti pentingnya literasi digital dalam mengedukasi masyarakat agar tidak terjebak dalam narasi yang membenturkan Islam dengan Pancasila atau berbagai bentuk manipulasi data lainnya.

Kolaborasi Digital Sebagai Solusi

Dalam forum APEC CEO Summit 2024 di Peru pada 14 November, Presiden Prabowo Subianto juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi digital untuk menghadapi tantangan di era teknologi. "Kekuatan teknologi selain membawa kemajuan, juga dapat menghancurkan dengan cepat. Karena itu, perlu kolaborasi, keterlibatan, dan komunikasi," ujar Presiden Prabowo.

Kolaborasi digital yang memadukan penguasaan teknologi dengan literasi digital menjadi solusi utama untuk memenangkan "perang data" di era ini. Melalui pendekatan ini, Indonesia diharapkan mampu menghadapi tantangan dunia digital dengan bijak, tanpa kehilangan ciri khas sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan nilai-nilai luhur.