Polri Klaim Pemeras WN Kanada Bukan Anggota Divhubinter
JAKARTA - Polri menyatakan dua polisi yang diduga memeras Warga Negara Asing (WNA) asal Kanada, Stephane Gagnon, dengan modus red notice bukanlah anggota Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter). Ditegaskan Polri belum ada bukti kuat yang menyatakan terjadinya tindak pidana pemerasan.
"Jadi kami sampaikan bahwa informasi itu tidak benar, jadi tidak ada personel divhubinter melakukan pemerasan," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu, 7 Juni.
Sampai saat ini menurut Ramadhan, belum ada laporan yang diterima jajaran Polri soal dugaan pemerasan itu dilakukan oleh anggota Divhubinter.
Namun, jika memang ada pihak yang menyakini pelaku pemerasan itu merupakan oknum dari Divhubinter, diminta untuk segara melapor. Sehingga, persoalan itu bisa diusut tuntas.
"Tidak ada personel Divhubinter yang melakukan pemerasan terhadap warga negara Kanada. Sekali lagi kalau ada laporan akan ditunggu, sampai sekarang belum ada laporan tersebut," ungkapnya.
Pemeriksaan terhadap dua polisi saat ini bukan berarti langsung merujuk kepada pelaku. Tetapi, langkah itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari informasi yang beredar.
Di sisi lain, hasil proses pemeriksaan kedua polisi itupun belum ditemukan adanya unsur tindak pidana pemerasan. Tapi, pendalam masih terus dilakukan.
"Belum ada, nanti kalau ada perkembangan pemeriksaan atau bukti lain maka akan kita sampaikan dan termasuk siapa yang mengaku oknum tersebut," kata Ramadhan.
また読む:
Adapun, Stephane Gagnon melalui kuasa hukumnya mengaku menjadi korban pemerasan oknum polisi.
Pemerasan itu bermula pada Februari 2023, dimana SG didatangi oleh oknum dengan membawa selembar kertas print bertuliskan red notice interpol.
Pada saat pertemuan itu, polisi tersebut mengatakan SG masuk dalam red notice interpol, dan akan ditangkap dalam waktu 4-6 minggu. Saat pertemuan, oknum tersebut mengatakan bisa dibantu agar tidak ditangkap, dengan syarat harus menyerahkan sejumlah uang.
"SG melihat seksama identitasnya dalam red notice tersebut, ternyata itu bukan SG karena identitasnya berbeda dengan identitas yang tertulis dalam red notice tersebut. Karena merasa identitasnya berbeda dengan identitas yang ada dalam red notice, SG tak menghiraukan permintaan oknum tersebut," kata salah satu kuasa hukum SG, Pahrur Dalimunthe.
Beberapa waktu kemudian, polisi tersebut kembali mendatangi SG bersama beberapa orang lainnya membicarakan hal yang sama. Karena merasa terganggu dan ingin agar tidak
diganggu kembali, atas permintaan oknum-oknum tersebut, SG mentransfer sejumlah uang sebesar Rp750 juta, Rp150 juta dan Rp100 juta.
Berdasarkan bukti dan keterangan yang disampaikan oleh polisi tersebut, kata Pahrur uang tersebut dikirimkan untuk oknum di Divhubinter Polri dan beberapa polisi lainnya.
"Bukti transfer, percakapan dan video tindakan-tindakan oknum ini ada dan bisa diserahkan jika ada penyidikan yang dilakukan oleh Polri maupun KPK untuk menindak oknum-oknum ini," kata Pahrur.
Tak berselang lama, polisi tersebut meminta uang sebesar Rp3 miliar, uang tersebut katanya akan dibagikan kepada beberapa pihak di Divhubinter dengan catatan jika uang itu ada pada 20 April 2023, maka SG tidak akan ditangkap. SG pun menolak tawaran tersebut hingga pada 19 Mei 2023, SG ditangkap di kediamannya di daerah Canggu, Bali.