Bantah Bocorkan Rahasia Negara Soal Putusan MK, Denny Indrayana: Saya Cermat Pilih Frasa 'Mendapatkan Informasi'

JAKARTA - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana membantah tudingan membocorkan rahasia negara setelah menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilihan umum (pemilu). Katanya, informasi yang disampaikannya bukan dari lembaga tersebut.

"Karena itu saya bisa tegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny dalam keterangan tertulisnya yang ditandatanganinya di Melbourne, Selasa, 30 Mei.

Denny juga menyebut tidak menggunakan frasa '... mendapatkan bocoran' saat menyampaikan pernyataannya. "Silakan disimak dengan hati-hati. Saya sudah cermat memilih frasa '... mendapatkan informasi," tegasnya.

"Bukan ... 'mendapatkan bocoran'. Tidak ada pula putusan yang bocor karena kita semua tahu memang belum ada putusannya. Saya menulis '... MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," sambung Denny.

Dirinya juga tak menggunakan kalimat 'informasi dari A1'. Denny kemudian menyinggung Menko Polhukam Mahfud MD yang kerap menggunakannya ketika sedang mencuit sebuah pernyataan.

"Karena info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari 'orang yang sangat saya percaya kredibelitasnya'," ujarnya.

Meski kini jadi sorotan, Denny merasa perlu menyebarkan informasi yang diterimanya. Katanya, yang dilakukannya itu sebagai bentuk pengawasan publik agar MK berhati-hati memutus perkara yang bersifat strategis itu.

Lagipula, info yang didapat disebutnya dari sumber yang kredibel dan bisa dipercaya.

"Ingat putusan MK bersifat langsung dan mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK agar memutus dengan cermat, tepat, dan bijak hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka," jelas Denny.

Diberitakan sebelumnya, Denny Indrayana mengklaim mendapat informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu.

Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Meski tidak menjawab dengan gamblang, Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).